DPR RI mengkritik adanya pasal yang membolehkan kembali ekspor pasir laut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023. Jokowi mengizinkan badan usaha untuk memanfaatkan pasir laut untuk beberapa keperluan, termasuk ekspor.
Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS Slamet menilai isi dari PP tersebut agak ganjil. Pasalnya, PP tersebut seharusnya membahas pengelolaan hasil sedimentasi laut. Ia curiga pengaturan soal ekspor pasir laut ini ditunggangi pihak yang selama ini melakukan ekspor secara ilegal.
"Penyisipan Pasal mengenai pemanfaatan pasir laut, termasuk mengatur secara teknis mekanisme jual belinya, akan membuka prasangka publik bahwa adanya orang-orang yang mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan ini agar melegalkan aktivitas mereka yang selama ini dilakukan secara ilegal," ucap Slamet kepada CNNIndonesia.com, Senin (29/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengevaluasi PP itu. Menurutnya, Jokowi seharusnya lebih jeli melihat dampak negatif diberlakukannya aturan ekspor pasir laut. Apalagi, di akhir-akhir masa kepemimpinan Jokowi, dipastikan banyak yang mengambil kesempatan dalam situasi ini.
Slamet menilai keberadaan beleid tersebut akan semakin membuka pintu eksploitasi pasir laut yang secara langsung mengancam eksistensi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
"Pengambilan pasir laut akan memperparah kekeruhan laut, mengancam habitat biota perairan dan juga mampu menghilangkan pulau-pulau kecil seperti yang banyak terjadi di berbagai wilayah," ucapnya.
Anggota Komisi IV Bambang Purwanto kaget Jokowi membuka kembali ekspor pasir laut di tengah upaya gencar RI menjaga dan melestarikan lingkungan. Pada 2003 kebijakan itu dilarang karena ada satu pulau kecil di Bangka Belitung yang hilang akibat pasirnya diekspor.
"Pengalaman itu tentu perlu menjadi pembelajaran bagi kita karena cukup berbahaya dampak dari pengerukan pasir laut. Tentu akan berakibat merusak lingkungan seperti mengusik biota laut, menyebabkan abrasi, mengikis daratan dan lainnya," kata Bambang.
"Mencermati dampak tersebut tentu kebijakan presiden ini tidak didasari oleh kajian yang mendalam, sangat gegabah," imbuh politisi Demokrat itu.
Sebelumnya, Jokowi menerbitkan PP 26 Tahun 2023. Dalam beleid itu, ia mengizinkan sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut.
Ia juga mengizinkan pelaku usaha untuk memanfaatkan pasir laut untuk beberapa keperluan, termasuk ekspor, sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu dimuat dalam Pasal 9 PP tersebut.
Berkaitan dengan ekspor dan penjualan pasir laut, dalam Pasal 10 Jokowi mengatur bahwa perusahaan harus mendapatkan izin usaha pertambangan menteri ESDM atau gubernur.
Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk ekspor juga wajib mendapatkan perizinan berusaha di bidang ekspor dari menteri perdagangan.
"Pelaku usaha yang memiliki izin pemanfaatan pasir laut wajib membayar PNBP," katanya Jokowi seperti dikutip dari beleid tersebut.
Selain membayar PNBP, Jokowi juga mewajibkan pelaku usaha itu membayar pungutan lainnya.
Jokowi melalui peraturan tersebut juga mencabut aturan pengelolaan pasir laut yang diterbitkan oleh Presiden ke-5, Megawati Soekarno Putri. Aturan itu adalah Keppres Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang berisi beberapa ketentuan, antara lain;
(1) Ekspor pasir laut ditetapkan menjadi komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya.
(2) Pasir laut yang ditetapkan sebagai komoditi yang diawasi tata niaga ekspornya dapat diubah menjadi komoditi yang dilarang ekspornya setelah mempertimbangkan usulan dari Tim Pengendali dan pengawas Pengusahaan Pasir Laut.
(skt/pta)