TAIPAN

Lin Shu-Hong, Raja Plastik Taiwan Berharta Rp111 T

CNN Indonesia
Minggu, 09 Jul 2023 08:45 WIB
Pendiri Chang Chun Group Lin Shu-hong adalah salah satu orang terkaya di Taiwan dengan harta menembus US$7,4 miliar atau sekitar Rp111 triliun. (Basith Subastian/CNNIndonesia).
Jakarta, CNN Indonesia --

Industri petrokimia banyak melahirkan sejumlah nama konglomerat besar seperti Mukesh Ambhani hingga Prajogo Pangestu. Di Taiwan, pendiri Chang Chun Group Lin Shu-hong menjadi salah satu yang sukses masuk ke daftar orang terkaya dari industri hulu itu.

Per Jumat (7/7), Forbes mencatat total kekayaan Lin mencapai US$7,4 miliar atau setara Rp111 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS). Tumpukan hartanya menempatkan Lin pada peringkat ke-313 orang terkaya di dunia dan ke-3 di Taiwan.

Dilansir dari berbagai sumber, Lin lahir di Taipei pada Agustus 1928. Pada 1945, ia lulus dari Taipan Industrial College (sekarang Universitas Teknologi Nasional Taipei) dan ikut wajib militer (wamil) untuk Perang Dunia II.

Usai mengikuti wamil, pada 1949, Lin mendirikan pabrik plastik pertama di Taiwan "Chang Chun" bersama dua teman sekelasnya Liao Ming-Kun dan Tseng Shin-Yi.

"Chang Chun" berarti "musim semi yang panjang" yang mencerminkan harapan bahwa ikatan ketiganya bertahan lama. Ketiganya merintis usaha tersebut bermodalkan NT$1.500 atau sekitar US$50. Saat itu, masing-masing menyetorkan NT$500 dari menjual sepeda.

Chang Chun sukses menjadi pabrik plastik yang besar. Bahkan, pabrik itu menjadi salah satu motor penggerak ekonomi Taiwan pada era 1950-an. Setelah 15 tahun berdiri, manajemen memutuskan untuk melakukan ekspansi ke industri petrokimia dengan mendirikan Chang Chun Petrochemical pada 1964.

Langkah itu terbilang tepat. Pasalnya, setelah memasuki industri tersebut, Chang Chun semakin berkembang pesat. Pada 1979, perusahaan mendirikan Dairen Chemical Corporation sebagai lini bisnis kimia lainnya.

Lin Shu-hong mendirikan Chang Chun Group pada 1949 bersama dua orang rekannya, Liao Ming-kun dan Tseng Shin-Yi.

Saat ini, perusahaan memiliki 35 anak perusahaan yang tersebar di Asia, Eropa, dan Amerika. Tahun lalu, total pendapatan Chang Chun Group mencapai NT$181 miliar atau sekitar US$6 miliar.

Selama enam dekade, Lin bersama dua orang rekannya bekerja bersama-sama membesarkan Chang Chun Group. Salah satu kunci dari kesuksesan Chang Chun Group adalah mengedepankan divisi riset dan pengembangan (R&D).

Setiap tahunnya, perusahaan mengirimkan puluhan tim riset untuk menghadiri pameran industri kimia tahunan di Tokyo, Jepang.

Saking besarnya peran Lin dalam mendorong R&D perusahaan, majalah Commonwealth Magazine (CW) sempat menjulukinya sebagai "Thomas Alva Edison" industri petrokimia pada 1990 lalu.

"Anda tidak dapat mengatakan bahwa R&D tidak mungkin tanpa mesin (pendorong)," kata Lin dalam salah satu wawancara dengan CW sembari merujuk pada prinsip ketahanan dari militer yang diterapkan terhadap R&D perusahaan.

Lin memimpin Chang Chun Group hingga 2013. Setelah Liao dan Tseng meninggal pada 1999 dan 2016, Lin menjadi satu-satunya pendiri Chang Chun Group yang masih hidup. Keturunan dari ketiga keluarga pendiri masih terlibat di bisnis tersebut

Meski sudah tak lagi aktif di perusahaan, Lin kerap melakukan rutin ke pabrik-pabrik di Taiwan saat akhir pekan dan hari libur. Biasanya, kakek berusia 94 tahun ini datang sambil membawa tongkat kayu.

Di waktu senggangnya, Lin kerap membaca buku. Bahkan, Bloomberg mencatat Lin gemar menghabiskan sekitar 6 jam untuk membaca buku berbahasa Jepang di akhir pekan.



(sfr/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK