LKPP Minta 'Jemaah Korupsi' Tak Kebagian Jatah Lapor

CNN Indonesia
Jumat, 28 Jul 2023 17:10 WIB
LKPP meminta kepada 'jemaah korupsi' yang tidak mendapatkan jatah dari kejahatan yang mereka lakukan lapor ke penegak hukum. (iStock/Atstock Productions).
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) meminta kepada 'jemaah korupsi' yang tidak mendapatkan jatah dari kejahatan yang mereka lakukan lapor ke penegak hukum. 

Permintaan disampaikan oleh Plt Deputi Bidang Transformasi Pengadaan Digital LKPP Yulianto Prihandoyo di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (28/7).

Pelaporan ia minta karena sampai saat ini masih ada saja pejabat yang tega mengkorupsi uang negara. Pernyataan Yulianto itu ada dalam diskusi Road to Business Matching Tahap VI - Indonesia Catalogue Expo and Forum (BM VI - ICEF) pada Agustus nanti.

 "Titik lemah korupsi itu konon katanya tidak bisa kalau tidak jemaah, bareng-bareng, pasti ada yang tidak kebagian. Yang tidak kebagian (korupsi) silakan lapor dan seterusnya. Intinya kita punya banyak data untuk menjaga supaya belanja negara aman," kata  Yulianto.

Ia mengatakan dunia sekarang ini sudah transparan. Semua kejahatan bisa dilacak dengan mudah.

Makanya, LKPP kata Yuliantor heran sampai saat ini masih ada saja pejabat negara yang nekat korupsi. Pasalnya, celah untuk korupsi sekarang ini sudah diawasi dengan ketat.

Selain itu, celah sedikit demi sedikit juga sudah ditutup. Salah satunya oleh LKPP dengan penerapan sistem pengadaan barang dan jasa dengan e-katalog. 

Tak hanya itu katanya, proses belanja barang dan jasa kementerian/lembaga juga diawasi oleh inspektorat hingga auditor. 

"Saya sampaikan pesan, jangan coba main-main! Mudah sekali teman-teman aparat tahu siapa, ke mana, dan seterusnya. Di katalog kita sudah siapkan fitur lapor. Kami mengundang teman-teman pengguna katalog untuk rajin melaporkan, dari sana kita dapat macam-macam. Jadi, ini berita satu dua hari kemarin (OTT) ini cukup apa ya?" katanya.

Yulianto tak menyebut OTT mana yang ia sebut. Tapi kalau berkaca dari waktu satu dua hari ini, OTT itu merujuk pada kasus korupsi peralatan pendeteksi korban reruntuhan yang menjerat sejumlah pentolan Basarnas belakangan ini.

Berkaitan dengan kasus ini, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap Rp88,3 miliar dari berbagai proyek sepanjang 2021-2023.

Suap itu diduga diterima Henri melalui Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang terjaring OTT KPK bersama 7 orang lainnya pada Selasa (25/7). Afri juga sudah menjadi tersangka, di mana proses hukum keduanya kini diserahkan ke Puspom TNI.

Yulianto mengatakan seharusnya korupsi tak selayaknya dilakukan.

"Karena uang negara, uang kita semua yang harusnya bisa sebanyak-banyaknya kita belanjakan untuk perekonomian lokal jadi tumbuh. Kedua, kalau belanja bisa lebih efisien, plus tidak bocor sana-sini," katanya.

(skt/agt)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK