Bangkrut Evergrande Jadi Penanda Krisis Properti di China?

CNN Indonesia
Senin, 21 Agu 2023 10:26 WIB
Pengamat menyebut krisis yang menimpa raksasa properti China Evergrande Group bisa menjalar, apalagi sampai sejauh ini belum ada langkah konkret mengatasinya.
Pengamat menyebut krisis yang menimpa raksasa properti China Evergrande Group bisa menjalar, apalagi sampai sejauh ini belum ada langkah konkret mengatasinya. (AFP/HECTOR RETAMAL).
Jakarta, CNN Indonesia --

Raksasa properti China Evergrande Group resmi mengumumkan kebangkrutan akhir pekan kemarin.

Perusahaan tersebut telah mengajukan perlindungan dari para kreditur di pengadilan kebangkrutan AS sebagai bagian dari proses restrukturisasi utang.

Mengutip Reuters, perusahaan tersebut telah mencari perlindungan di bawah Bab 15 dari kode kebangkrutan AS, yang melindungi perusahaan non-AS yang sedang menjalani restrukturisasi dari para kreditur yang berharap dapat menggugat mereka atau mengikat aset di Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Analis menyebut kebangkrutan Evergrande itu bisa menjadi peringatan yang lebih bahwa ke krisis properti dan ekonomi di China sedang dimulai. Maklum, di tengah krisis yang menimpa Evergrande itu, tidak ada stimulus atau langkah berarti yang diambil China untuk menyelamatkan sektor properti mereka.

Dalam upaya untuk meningkatkan kepercayaan investor, regulator sekuritas China mengatakan pada akhir pekan lalu memang menyatakan akan memangkas biaya perdagangan dan mendukung pembelian kembali saham.

Langkah-langkah itu mereka tujukan untuk menghidupkan kembali pasar saham. Namun, kebijakan itu masih direspons negatif pasar.

Mengutip Reuters Senin (21/8), respons negatif itu bisa tercermin dari pergerakan Blue-chip China (.CSI300) yang turun 1,2 persen pada Jumat (18/8) lalu.

Hal itu juga tercermin dari penurunan kinerja Indeks Hang Seng Hong Kong (.HSI)  sebesar 2,1 persen.

Beberapa analis  bertanya-tanya apakah respons itu memang menunjukkan pemerintah China enggan mengambil risiko menambah segunung utang yang sebagian besar dipicu stimulus besar-besaran ke sektor properti di masa lalu.

"Yang pasti, penurunan ekonomi menempatkan banyak tekanan pada neraca sektor keuangan, dan itu meningkatkan risiko kesalahan kebijakan yang berantakan jika para pejabat tidak menangani situasi dengan hati-hati. Tapi kami masih berpikir; krisis keuangan yang meledak adalah risiko ekor daripada hasil yang mungkin dari krisisn properti ini," kata Capital Economics dalam sebuah laporan.

CEO dan CIO Winner Zone Asset Management Alan Luk mengatakan belum adanya langkah konkret yang diambil pemerintah China terkait krisis properti ini terjadi karena masalah yang harus diatasi memang cukup besar.

"Sektor properti China seperti lubang hitam, sehingga banyak pengembang yang terseret ke dalamnya sejak dua tahun lalu setelah Evergrande. Pemerintah pusat belum memperkenalkan langkah-langkah (kuat) karena lubang ini terlalu besar untuk diisi," katanya.

[Gambas:Video CNN]



(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER