Indonesia Semakin Dekat ke OECD, Dukungan Negara Anggota Mengalir
Indonesia semakin dekat dengan keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dukungan dari negara anggota semakin kuat, menyusul pertemuan jamuan makan malam 28 perwakilan negara anggota OECD yang digelar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Park Hyatt Hotel, Jakarta, Kamis (24/08).
"Tadi dalam pertemuan sambil makan malam, seluruh Duta Besar yang hadir, satu-persatu menyatakan dukungan kepada Indonesia dan tentunya Indonesia berbesar hati karena dukungan dari para duta besar ini penting," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/8).
Sebagai informasi, dia melanjutkan, di bulan September akan diadakan Pertemuan Tingkat Kepala Perwakilan OECD yang akan menentukan apakah usulan Indonesia masuk keanggotaan di OECD akan mendapatkan persetujuan dari seluruh negara. Jumlah negara yang menjadi anggota OECD mencapai 38.
Dalam pertemuan tersebut, Airlangga menekankan pentingnya kerja sama dan aksi bersama untuk menghadapi tantangan global yang berkembang signifikan.
Dinamika geopolitik yang terjadi menciptakan pola kerja sama internasional yang terfragmentasi serta menghambat aliran perdagangan, investasi dunia, dan melemahkan perekonomian dunia. Dampak dari pandemi COVID-19 dan krisis finansial global masih dirasakan mayoritas masyarakat global.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga membagikan performa perekonomian Indonesia yang tetap terjaga solid.
Pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen di Kuartal II 2023 atau 5,11 persen di sepanjang Semester I 2023. Neraca perdagangan melanjutkan tren positif selama 38 bulan berturut-turut, surplus US$7,82 miliar pada Triwulan II 2023.
Hal tersebut turut menjadi modalitas Indonesia dalam berproses untuk menjadi anggota OECD, selain profil sebagai negara demokratis, mitra strategis bagi OECD dan negara anggota OECD, hingga peran kepemimpinan global yang telah teruji, antara lain melalui Presidensi G20 dan Keketuaan ASEAN.
Keanggotaan Indonesia pada OECD akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Bagi Indonesia, diperlukan untuk meningkatkan kecepatan dan skala transformasi ekonomi Indonesia untuk mencapai tujuan strategis nasional.
Indonesia memerlukan sarana dan pendekatan baru untuk memandu para pembuat kebijakan untuk bergerak maju, terutama dengan menyelaraskan diri dengan tolok ukur internasional.
"Institusi dan pembuat kebijakan di Indonesia akan mendapatkan manfaat dari proses keanggotaan OECD dalam hal memperkuat penyusunan kebijakan berbasis bukti dan analisis, khususnya pada reformasi lingkungan, sosial dan tata kelola. Selain itu kebijakan nasional Indonesia akan mampu beradaptasi dengan perubahan struktural yang ada, seperti dekarbonisasi, digitalisasi, teknologi, dan masalah demografi," papar Airlangga.
Bagi OECD, bergabungnya Indonesia akan memberikan jangkauan global yang lebih luas, khususnya pada kawasan Asia Tenggara. Dengan proyeksi sebagai lima besar perekonomian dunia pada 2045, Indonesia merupakan mitra strategis dalam memperkuat standar dan praktik terbaik OECD.
Kemitraan dengan Indonesia juga untuk memastikan bahwa no one should be left behind, yang mana sejalan dengan misi kunjungan Presiden Joko Widodo ke Afrika minggu ini guna menjalin kemitraan dan peluang kerja sama.
Lebih lanjut, Airlangga juga menjelaskan bahwa dengan Indonesia dengan menjadi negara OECD, Indonesia dapat lolos dari middle income trap, seperti yang dilakukan Korea Selatan.
"Jadi yg pertama, Indonesia masuk dalam critical part, periode krisis masuk dalam negara dari US$5.000 di akhir tahun depan, untuk mencapai negara pendapatan di atas US$10.000. Waktu kita tidak banyak. Diperkirakan 10 tahun dan untuk 10 tahun itu bersamaan dengan adanya bonus demografi," tuturnya.
Seiring dengan itu, dia menambahkan, pentingnya peran investasi dan perdagangan multilateral menjadi semakin signifikan. Ini berarti membuka peluang akses pasar di 38 negara anggota OECD dan menerapkan standar praktik terbaik yang sama.
Beberapa negara berkomitmen untuk menyediakan dukungan yang diperlukan bagi Indonesia serta kesediaan berbagi pengalaman dari proses aksesi yang sebelumnya dijalankan. Dengan kemitraan yang tengah terjalin sebagai key partner OECD sejak 2007, diyakini proses keanggotaan Indonesia akan berjalan lancar.
Hadir dalam pertemuan ini Duta Besar Australia, Duta Besar Belanda, Duta Besar Belgia, Duta Besar Irlandia, Duta Besar Jepang, Duta Besar Kosta Rika, Duta Besar Polandia, Duta Besar Turki, dan Duta Besar Yunani. Turut hadir perwakilan dari kedutaan besar Amerika Serikat, Austria, Chile, Denmark, Finlandia, Hungaria, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Kolombia, Meksiko, Norwegia, Polandia, Portugal, Prancis, Selandia Baru, Spanyol, Swedia, dan Swiss.
Keanggotaan Indonesia pada OECD akan menjadi tonggak penting dalam sejarah pembangunan Indonesia. Hal ini akan memberikan manfaat bagi Indonesia dalam meningkatkan kecepatan dan skala transformasi ekonomi, serta memperkuat peran Indonesia di dunia internasional.
(rir)