Harga Minyak Menanjak Ditopang Proyeksi Defisit Pasokan
Harga minyak naik tipis di perdagangan Asia pada Senin (18/9). Penguatan ditopang oleh perkiraan melebarnya defisit pasokan pada kuartal keempat setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan produksi dan optimisme pemulihan permintaan di Tiongkok, importir minyak mentah utama dunia.
Tercatat, harga minyak mentah berjangka Brent naik 5 sen, atau 0,1 persen, menjadi US$93,98 per barel pada 00.27 GMT sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS berada di US$90,92 per barel, naik 15 sen, atau 0,2 persen.
"Kebijakan stimulus Tiongkok, data ekonomi AS yang tangguh, dan penurunan produksi OPEC+ yang sedang berlangsung adalah faktor-faktor bullish yang mendukung pergerakan positif pasar minyak," ujar Analis CMC Markets Tina Teng seperti dilansir Reuters, Senin (18/9).
Hal ini mengacu pada pemotongan rasio cadangan oleh bank sentral Tiongkok pekan lalu untuk meningkatkan likuiditas dan mendukung perekonomiannya.
Harga Brent dan WTI menanjak selama tiga pekan berturut-turut dan menyentuh level tertinggi sejak November setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun sebagai bagian dari rencana kelompok OPEC+.
Kedua kontrak tersebut juga berada di jalur kenaikan kuartalan terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada kuartal pertama 2022.
"Pemangkasan produksi, yang dipimpin oleh Arab Saudi, menstabilkan pasar pada Juli namun sekarang kemungkinan akan mendorong pasar ke dalam defisit 2 juta barel per hari (barel per hari) pada kuartal keempat," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
Pertumbuhan permintaan minyak global, di sisi lain, berada di jalur yang tepat untuk mencapai 2,1 juta barel per hari sejalan dengan perkiraan Badan Energi Internasional dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
"Penurunan persediaan pada kuartal keempat membuat pasar rentan terhadap lonjakan harga lebih lanjut pada tahun 2024," kata ANZ.
Kemudian, pelaku pasar juga mengamati keputusan bank sentral, termasuk The Federal Reserve (The Fed), mengenai kebijakan suku bunga pekan ini.
"The Fed diperkirakan akan menghentikan kenaikan suku bunga kali ini tetapi kemungkinan akan tetap hawkish," kata Teng dari CMC.
Jeda kenaikan suku bunga AS dapat melemahkan dolar AS sehingga membuat komoditas yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut seperti minyak lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.