Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega akan melaporkan pihak yang menuduh platformnya menjadi biang kerok bunuh diri salah satu nasabah. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak memiliki bukti.
"Ya semua jalur kita temui, karena kita WNI dan juga perlu perlindungan hukum. Karena orang bisa tuduh tapi harus ada buktinya dong," katanya dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV, Kamis (21/9).
Namun, Bernardino mengatakan pihaknya masih akan menunggu hasil investigasi. Jika ditemukan bukti terkait kasus tersebut, ia mempersilahkan diberikan kepada AdaKami.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada bukti silahkan diberi ke kita. Tapi kalau orang menuduh, masa kita duduk diam," katanya.
Terkait kasus tersebut telah, Bernardino mengatakan AdaKami telah dipanggil oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator. Ada tiga hal yang dibahas dalam pertemuan itu.
Pertama, klarifikasi kasus nasabah bunuh diri. Kedua, mengenai orderan fiktif.
Ketiga, terkait bunga pinjaman.
"Kita terbuka kalau ada korban kita akan investigasi karena kita diawasi oleh OJK," katanya.
Isu nasabah bunuh diri awalnya ramai di kolom komentar Instagram. Ada akun yang mengaku sebagai pihak keluarga korban bunuh diri tersebut.
"@poldametrojaya keluarga saya bunuh diri karena tidak mampu membayar di AdaKami. Teror dan cacian hingga menjurus ke pemecatan dari pekerjaan membuatnya makin terpuruk," penggalan komentar akun tersebut, dikutip Kamis (21/9).
Mereka mengklaim korban bunuh diri pada Mei 2023 lalu. Namun, pihak keluarga selama ini bungkam karena malu membuka aib korban.
Setelah itu, sebuah utas muncul di X pada 17 September 2023. Dalam utas tersebut, peminjam diklaim seorang laki-laki beristri serta punya anak perempuan berusia 3 tahun.
Terduga korban disebut meminjam uang kepada AdaKami sebesar Rp9,4 juta. Namun, ia harus mengembalikan sekitar Rp18 juta-Rp19 juta imbas tingginya biaya administrasi.
Teror pun masuk dari debt collector yang diduga terafiliasi dengan AdaKami. Oknum debt collector tersebut bahkan membombardir telepon kantor sang korban yang disebut merupakan honorer di salah satu instansi pemerintahan.
Serangkaian teror tersebut diklaim memicu pemecatan korban. Ia pun berusaha menutupi alasan pemecatan tersebut kepada keluarganya dengan dalih tidak ada perpanjangan kontrak.
Usai dipecat, korban dikatakan menerima serangkaian teror berupa order fiktif. Per hari, ia disebut bisa didatangi oleh 5 sampai 6 driver ojek online berbeda yang mengantarkan pesanan makanan dan minuman.
Meski korban sudah menghembuskan napas terakhirnya, sang keluarga menyebut para penagih utang tak percaya. Bahkan, teror penagih utang hingga order fiktif itu kata mereka masih terus berlanjut.