Luhut soal TKA di Hilirisasi Nikel: Dorong Transfer Teknologi
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menanggapi penggunaan tenaga kerja asing dalam kebijakan hilirisasi nikel.
Menurutnya, penggunaan tenaga kerja asing sebetulnya dimaksudkan untuk transfer teknologi pasca penerapan kebijakan tersebut.
"Saya dorong investor transfer teknologi pasca penerapan kebijakan hilirisasi. Jadi supaya bangsa ini jalan," kata Luhut dalam keynote speakernya di seminar nasional Pembangunan Negara Kepulauan Berwawasan Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045, Jumat (29/9).
"Banyak yang kritik saya dulu kenapa pakainya tenaga asing, lah ya gak ada memang, bawa aja kemari, kalau satu orang mungkin ada, tapi kalau ada bicara 20, 100, 500 orang kita belum punya. Sekarang kita sudah buat politeknik di beberapa tempat daerah-daerah ini sehingga pendidikan bisa mendorong anak-anak kita," imbuhnya.
Sebelumnya, masalah penggunaan tenaga kerja asing usai penerapan hilirisasi juga pernah dikritik oleh Ekonom Senior UI Faisal Basri.
Ia menyebut menyebut tenaga kerja asing (TKA) asal China yang bekerja di smelter nikel mendapat gaji lebih besar dibandingkan pekerja lokal. Bahkan, gaji yang diterima pada TKA tersebut bisa mencapai Rp54 juta per bulan.
"Salah satu perusahaan smelter China membayar gaji antara Rp17 juta hingga Rp54 juta. Sedangkan rata-rata pekerja Indonesia hanya digaji jauh lebih rendah atau di kisaran upah minimum," tulis Faisal Basri dalam blognya.
Menurutnya, para TKA tersebut tak semuanya tenaga ahli. Beberapa di antaranya bekerja sebagai juru masak, satpam, tenaga statistik, dan sopir. Kebanyakan tenaga kerja China menggunakan visa kunjungan, bukan visa pekerja.
Akibatnya muncul kerugian negara dalam bentuk iuran tenaga kerja sebesar US$100 per pekerja per bulan.
"Dengan memegang status visa kunjungan, sangat boleh jadi pekerja-pekerja China tidak membayar pajak penghasilan," katanya.
Sebab itu, ia menilai kebijakan hilirisasi nikel hanya menguntungkan industri-industri di China.