Setahun Jelang Lengser Jokowi: Ekonomi Terbang Masih di Angan-angan

CNN Indonesia
Jumat, 20 Okt 2023 09:35 WIB
Sejumlah pengamat membeberkan alasan pemerintahan Jokowi belum berhasil mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Sejumlah pengamat membeberkan alasan pemerintahan Jokowi belum berhasil mencapai target pertumbuhan ekonomi 7 persen. (CNN Indonesia / Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan selesai kurang lebih setahun lagi. Jika melihat ke belakang, Jokowi sempat berjanji membawa ekonomi ekonomi Indonesia terbang tinggi.

Pada masa kampanye 2014, Jokowi pernah berjanji menciptakan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.

Janji kemudian tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Dalam buku itu pemerintahan Jokowi mematok pertumbuhan ekonomi 2015-2019 berturut-turut adalah 5,8, 6,6,7,1, 7,5 dan 8 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kenyataannya ekonomi Indonesia rata-rata tumbuh lima persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi RI tumbuh 4,79 persen (2015), 5,02 persen (2016), 5,07 persen (2017), 5,18 persen (2018), dan 5,02 persen (2019).

Kemudian, minus 2,07 persen (2020), 3,69 persen (2021), 5,1 persen (2022), dan 5,17 persen (kuartal II 2023).

Sementara itu tingkat pengangguran juga tidak menurun signifikan yakni 5,94 persen (Agustus 2014), 6,18 persen (Agustus 2015), 5,61 Persen (Agustus 2016), 5,50 persen (Agustus 2017), dan 5,34 (Agustus 2018).

Kemudian, 5,28 persen (Agustus 2019), 7,07 persen (Agustus 2020), 6,49 persen (Agustus 2021), 5,86 persen (2022), dan 5,45 persen (Februari 2023).

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan Jokowi dan tim ekonominya dulu tampaknya sangat memahami bahwa di pengujung era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi karena era commodities booming mulai mereda sebagai imbas dari stagnasi ekonomi global.

Namun, pemerintahan Jokowi kurang berhasil menemukan sumber pertumbuhan baru yang lebih sustainable sebagai pendamping proyek-proyek infrastruktur. Akibatnya target pertumbuhan ekonomi tujuh persen tidak pernah tercapai.

Belakangan, pemerintah mulai menemukan sumber baru, yakni hilirisasi beberapa komoditas sumber daya alam (SDA). Namun, masalahya, kebijakan hilirisasi masih diliputi kontroversi lantaran Indonesia belum menjadi penikmat utamanya.

"Penambahan nilai beberapa komoditas utama kita, sebut saja nikel misalnya, mayoritas aktivitas industrinya dilakukan oleh perusahaan asing," kata Ronny kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/10).

Sumber lainnya yang juga digadang-gadang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi adalah ekonomi digital. Namun, Ronnya menilai ekonomi digital justru justru mendisrupsi sektor-sektor ekonomi riil. Peningkatan output ekonomi digital, kata Ronny, justru memberikan tekanan kepada output UMKM di berbagai bidang.

Karena kurang berhasil dalam mendorong lahirnya sumber pertumbuhan ekonomi baru, alhasil pertumbuhan ekonomi di era Jokowi cenderung meneruskan tren yang sudah terjadi di penghujung pemerintahan SBY.

"Risiko logisnya, serapan tenaga kerja baru tentu lebih rendah dan pengentasan kemiskinan akan berjalan lebih lambat," katanya.

"Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di satu sisi dan semakin baik kualitas pertumbuhan tersebut di sisi lain, maka semakin besar daya serapnya terhadap angkatan kerja yang ada dan akan semakin besar pula peluang untuk menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan," imbuhnya.

Ronny mengatakan pertumbuhan ekonomi kalah cepat dibanding pertumbuhan angkatan kerja baru. Sementara setelah pandemi covid-19 datang, angka angkatan kerja yang tidak bekerja bertambah karena banyak yang terkena PHK.

Ia mengatakan seandainya saja Jokowi berhasil menunaikan janjinya di saat kampanye delapan tahun lalu untuk menorehkan pertumbuhan ekonomi sekitar tujuh persen, maka daya serap tenaga kerja baru akan jauh lebih besar.

"Pengangguran akan lebih cepat ditekan dan akhirnya kemiskinan akan lebih cepat dikurangi," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan perbaikan ekonomi tidak bisa dilakukan hanya dalam waktu setahun. Untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen, lanjutnya, dibutuhkan transformasi ekonomi yang mendorong industrialisasi yang memberikan multiplier effect kepada masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Transformasi ekonomi dengan industrialisasi ini lah yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sampai tujuh persen tapi tetap bisa dalam satu tahun ke depan," katanya.

Meski tak bisa dicapai dalam setahun, Faisal mengatakan langkah dasar transformasi ekonomi perlu dilakukan sesegera mungkin, termasuk mensinkronisasikan kebijakan-kebijakan terkait industrialisasi.

Sementara terkait pengangguran dan kemiskinan, ia mengatakan pemerintah harus menciptakan lapangan kerja yang yang sesuai dengan karakter orang-orang yang berada di garis kemiskinan.

"Jadi penciptaan lapangan kerja yang padat karya, yang tidak membutuhkan teknologi terlalu tinggi dibutuhkan untuk mengatasi kemiskinan," katanya.

[Gambas:Video CNN]



(skt/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER