Kisah Mama Sariat Tole, Seniman Kain Tenun Ikat Alor Kualitas Ekspor

LPEI | CNN Indonesia
Rabu, 01 Nov 2023 17:04 WIB
LPEI mendukung Mama Sariat Tole dari Pulau Alor, NTT yang membuat kain tenun ikat dengan tangannya sendiri, tanpa menggunakan bahan kimia apapun.
Mama Sariat Tole, seniman kain tenun ikat asal Kampung Hula yang terletak di pedalaman Pulau Alor, NTT. (Foto: Arsip LPEI)
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bersama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan Pemerintah Daerah (Pemda) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bergabung dalam kolaborasi #KemenkeuSatu memberi pendampingan dan pelatihan kepada cluster Desa Devisa Tenun, yang terdiri dari 495 orang penenun yang mayoritas perempuan di 22 desa.

Pada program ini, LPEI/Indonesia Eximbank bersama stakeholder terkait berperan sebagai inkubator dan akselerator ekspor untuk klaster tenun NTT. Anggi Kurniawan, Eksekutif Divisi Jasa Konsultasi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menyebut, kolaborasi ini menciptakan sinergi antara pelestari budaya dan upaya memajukan ekonomi NTT.

"LPEI membantu para penenun NTT untuk memperluas akses pasar ekspor produk tenun dan mempromosikan budaya Indonesia ke mancanegara. LPEI memberikan pelatihan pengembangan produk, penguatan manajemen usaha, pendampingan peningkatan kapasitas produksi, dan memperluas akses pasar," ujar Anggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak lama, kain tenun ikat dari Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menjadi ikon kesenian. Salah satu pembuatnya adalah Mama Sariat Tole, warga Kampung Hula yang terletak di pedalaman Pulau Alor, yang telah mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk memajukan seni tenun ikat khas Pulau Alor.

Dengan lihai, tangan Mama Sariat terus melestarikan warisan seni tenun ikat. Melalui benang kapas dan pewarna alami, jari Mama Sariat menari membuat motif-motif cantik yang kemudian menjadi sehelai kain tenun.

Mama Sariat menuturkan, dirinya mendapatkan ilmu menenun dari sang ibu sejak usia lima tahun. Mulai saat itu, Mama Sariat mengembangkan kemampuannya dan menghasilkan inovasi berupa penggunaan benang kapas berkualitas tinggi yang berasal dari pohon kapas yang ditanam sendiri di kebun belakang rumah, sebelum dipintal jadi benang menggunakan peralatan tradisional.

"Benang kapas yang saya tanam sendiri menghasilkan benang pintalan yang kuat dan tebal, jauh lebih disukai oleh konsumen luar negeri, terutama di Jepang yang mencari kain dengan warna alami dan daya tahan yang baik," kata Mama Sariat yang juga menjadi Ketua Kelompok Tenun Gunung Mako.

Mama Sariat mengatakan, kualitas dan warna benang yang sempurna akan memudahkan penenun menghasilkan kain berkualitas sesuai motif yang diinginkan.

Hal lain yang membuat kain tenun ikat khas Pulau Alor istimewa adalah pemakaian pewarna alami, tanpa bahan kimia apapun.

Mama Sariat dengan telaten akan mengolah bahan-bahan yang didapat dari alam sekitar, seperti tinta cumi, rumput laut, getah jambu mete, daun kelor, nila, pinang, kunyit, hingga akar mengkudu untuk memberi warna khas, tahan lama, dan berkualitas pada kain.

Menurut Mama Sariat, proses pewarnaan benang itu sendiri membutuhkan kesabaran ekstra karena memakan waktu berminggu-minggu. Pada 2013, ketekunan Mama Sariat berbuah manis dengan raihan sebagai pembuat warna alami terbanyak untuk kain tenun dari Museum Rekor Indonesia (MURI), yakni sebanyak lebih dari 200 pewarna.

Prestasi Mama Sariat juga tercatat di dunia. Sejauh ini, dirinya telah memamerkan karya di 13 negara, termasuk Jepang dan Belanda. Secara tak langsung, Mama Sariat berkontribusi besar dalam melestarikan budaya tenun ikat Alor.

Peran Mama Sariat belum berhenti di sana. Lama menjadi penenun, kini Mama Sariat juga membagikan ilmu kepada penenun generasi muda, menjadi contoh nyata seorang pelestari budaya yang berdedikasi, sekaligus seorang seniman yang menampilkan kehidupan di dalam karya seni buatan tangan.

Anggi menambahkan, semangat Mama Sariat mempertahankan kualitas kain tenun menggunakan pewarna alami menjadikan dirinya sebagai harta berharga bagi dunia seni tenun ikat Alor dan NTT.

"Oleh karena itu, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia memberdayakan beliau sebagai mentor untuk mendampingi penenun-penenun di Pulau Alor dan sekitarnya dalam penggunaan pewarna alami dan benang alami, sehingga kualitas yang dihasilkan menjadi lebih baik dan lebih halus," kata Anggi.

(rea/inh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER