Fakta-fakta RI Gugat Uni Eropa ke WTO soal Bea Masuk Baja Nirkarat
Pemerintah Indonesia menggugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) baja nirkarat atau baja tahan karat.
Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan gugatan terkait tarif bea masuk tambahan itu sudah resmi diajukan pemerintah ke WTO.
"Mungkin tahun depan dibahas, kita sudah ajukan secara resmi," kata Bara saat berbincang di Timika, Papua Tengah, seperti dikutip dari Antara, Minggu (13/12).
Baja nirkarat lebih dikenal dengan stainless steel. Material ini kerap digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat dapur, medis hingga alat berat.
Kronologi gugatan
Uni Eropa mengenakan bea masuk penyeimbang (BMP) atau countervailing duty atas baja nirkarat (SSCRF) asal India dan Indonesia.
BMP yang dikenakan kepada Indonesia sebesar 21 persen dan India 7,5 persen. Lalu, BMAD yang dikenakan Uni Eropa ke Indonesia sebesar 10,2 sampai 31,5 persen sejak 2021.
Alasan Eropa pungut bea masuk tambahan ke RI
Bara mengatakan Uni Eropa menuding Indonesia menerima subsidi dari pemerintah China. Pasalnya, Tiongkok mendirikan perusahaan baja di Tanah Air.
"Bagi UE itu unfair practices. Jadi sama saja UE membeli produk China, tapi pabriknya di Indonesia, tapi disubsidi oleh Pemerintah China," katanya.
Bea masuk antidumping adalah pungutan negara terhadap barang impor yang dijual lebih rendah dari nilai normalnya. Bea masuk ini kerap dikenakan sebagai proteksi terhadap industri dalam negeri.
Eropa merupakan produsen baja terbesar kedua dunia, setelah China. Lima anggota EU yang merupakan produsen baja terbesar adalah Jerman, Italia, Perancis, Spanyol dan Polandia.
Di Eropa, industri baja menjadi tulang punggung perekonomian lantaran terkait erat dengan berbagai sektor industri seperti otomotif, konstruksi, elektronik, dan energi terbarukan.
Menurut The European Steel Association (EUROFER), industri besi dan baja menempati urutan ketiga nilai produksinya dibandingkan dengan sektor lain. Nilainya mencapai 132 juta euro pada 2020.
Potensi kerugian Indonesia ratusan miliar
Bara menyampaikan saat ini permintaan ekspor stainless steel Indonesia ke Eropa sedang meningkat.
Dengan adanya BMAD dan BMP, kerugian yang dialami Indonesia dalam setahun bisa mencapai 40 juta euro atau Rp569,1 miliar.
Uni Eropa Gugat RI soal Larangan Ekspor Bijih Nikel
Terkait baja nirkarat, Eropa juga menggugat Indonesia karena melarang ekspor bijih nikel sejak 2020, yang merupakan bahan baku pembuatan baja.
Indonesia, sebagai pemilik cadangan nikel terbesar dunia, menyetop ekspor nikel mentah dan mendorong hilirisasi logam ini agar memberi nilai tambah ekonomi.
Namun, langkah ini diprotes Benua Biru. Uni Eropa menilai kebijakan setop ekspor bijih nikel oleh Indonesia membuat harga nikel di pasar melejit, sehingga memukul Uni Eropa dan negara pengguna nikel lainnya.
Eropa lantas meminta konsultasi dengan RI melalui WTO pada 2019. Tak ada kata sepakat, Eropa pun mengajukan gugatan pada 2021.
Hasilnya, panel WTO menyatakan tindakan Indonesia tak sesuai aturan WTO. Artinya, Indonesia kalah gugatan. Namun, setelah 'vonis' tersebut keluar, Indonesia mengajukan banding pada Desember 2022.
(pta/agt)