Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dibolehkan hingga maksimal 60 persen, jika mengacu pada UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Pernyataan ini menanggapi kritik calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dalam debat capres kemarin (7/1).
"Undang-undang kan memperbolehkan sampai maksimal 60 persen. Kita juga harus melihat bahwa utang kita dibanding dengan GDP itu masih pada kondisi baik dan aman lah, masih di bawah 40 persen kan," kata Jokowi saat kunjungan kerja ke Banten, dikuti Detik, Senin (8/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengklaim rasio utang pemerintah lebih baik ketimbang negara lain, bahkan dibandingkan negara besar. Namun, Jokowi tak menyebutkan negara-negara apa saja yang dimaksud.
"Ingat, di negara besar itu sudah 260 persen, ada yang 220 persen. Di tetangga kita saja, enggak saya sebut negaranya, ada yang 120 persen, ada yang 66 persen juga," ungkapnya.
Dalam debat kemarin, Anies memberi tanggapan atas pemaparan Prabowo soal utang luar negeri. Bagi Anies, yang perlu dibesarkan adalah PDB dan bukan utang luar negerinya.
"Menurut hemat kami, kita harus bisa mencapai maksimal angka 30 persen dari GDP (produk domestik bruto/PDB)," kata Anies saat menanggapi utang luar negeri.
"Sehingga kita aman di situ, di bawah 30 persen. Dan itu caranya apa? Dengan satu menata utangnya, yang kedua memperbesar GDP-nya," ujarnya.
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah sebesar Rp8.041,01 triliun per November 2023. Angka tersebut menjadi rekor tertinggi.
Utang pemerintah sebelumnya mencapai rekor pada Oktober 2023, yakni Rp7.950,52 triliun.
Berdasarkan buku APBN KiTa edisi Desember 2023, rasio utang tercatat 38,11 persen terhadap PDB.
"Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara cermat dan terukur lewat komposisi mata uang, suku bunga, serta jatuh tempo yang optimal," tulis APBN KiTa.
Berdasarkan porsinya, sebesar 88,61 persen atau Rp7.124,98 triliun utang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebesar 11,39 persen atau Rp916,03 triliun berasal dari pinjaman.
Secara rinci, utang SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp5.752,25 triliun yang terbagi atas Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp4.677,88 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp1.074,37 triliun.
Lalu, utang dari SBN Valas atau mata uang asing sebesar Rp1.372,73 triliun yang terbagi atas SUN sebesar Rp1.033,24 triliun dan SBN Syariah sebesar Rp339,49 triliun.
Selanjutnya, utang dari pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp29,97 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp886,07 triliun.