Ganjar Ingin Transisi Energi Dilakukan Secara Bertahap
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo ingin melakukan transisi energi secara gradual atau bertahap jika dirinya terpilih dalam Pilpres 2024.
Hal ia ungkapkan saat menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua Umum Koordinasi Bidang Kemaritiman, Investasi dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Shinta Kamdani. Shinta menanyakan strategi Ganjar dalam menyeimbangkan transisi energi dengan kemampuan masyarakat.
Shinta memaparkan data bahwa masyarakat miskin di Indonesia masih sebanyak 25 juta dan hampir miskin 75 juta. Sehingga, 100 juta atau 52 persen dari populasi Indonesia itu masih memiliki daya beli rendah.
Sementara untuk mempercepat energi baru terbarukan (EBT), Shinta menyebut biayanya lebih tinggi sehingga subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah akan lebih besar untuk transisi energi. Biaya yang dikeluarkan untuk masyarakat pun lebih besar.
Menjawab pernyataan dari Shinta, Ganjar mengatakan jika Indonesia tidak melakukan transisi energi mulai dari sekarang, masalah yang akan datang akan jauh lebih serius. Oleh karena itu, dia akan melakukan mitigasi.
"Tapi kalau tiba-tiba duitnya enggak ada, dan kemudian sumber daya existing kita juga tiba-tiba akan hilang. Maka ada gradual," kata Ganjar dalam acara Dialog Capres Bersama Kadin: Menuju Indonesia Emas 2045, di Jakarta, Kamis (11/1).
Ganjar pun bercerita mendapatkan nasihat yang memintanya untuk tidak langsung lompat kepada EBT lantaran masih memiliki gas yang belum optimal.
"Kalau kemudian dari, sebut lah energi kotor, kemudian energi agak bersih, ke gas, baru kemudian ke EBT rasanya bisa jalan," ujar dia lebih lanjut.
Selanjutnya, Ganjar juga berkomitmen untuk bermitra dengan negara lain dalam hal transisi energi. Namun jika daya beli masyarakat masih juga kecil, maka ia akan menciptakan industri yang membutuhkan energi besar guna menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi.
"Maka kita bisa dorong. Umpama kita memproduksi sendiri. Solar panel umpama. Kalau kita produksi sendiri, kenapa tidak? Pasir silika kita punya loh. Energi yang sekarang sedang berlebih dari PLN di Jawa, kenapa kita tidak menciptakan industri yang membutuhkan energi besar? Maka ini ruang yang kemudian bisa mem-balance untuk pertumbuhan ekonomi menjadi naik," jelas Ganjar.
Lebih lanjut, Ganjar mengungkap banyak sekali potensi dari EBT yang bisa dihasilkan. Misalnya energi panas bumi dan gas rawa.
"Ini saya praktikkan untuk sebutan kami, desa mandiri. Energi itu kita praktikkan, jadi 25-30 tahun mereka sudah free, fasilitasnya enggak sulit, engineer-nya juga enggak terlalu kesulitan mengerjakan ini, ini yang kita lakukan," ungkapnya lebih lanjut.
Maka itu Ganjar memilih melakukan transisi energi secara bertahap. Jika tidak, lanjut dia, Indonesia akan memiliki utang kurang lebih Rp1.300 triliun untuk menanggung kerusakan.
"Pilihan kita adalah gradual. Umpama dari kondisi hari ini, oke ini sampai tahun berapa, nanti 2060, kita akan sampai di mana, gas kita akan sampai di mana, kita teruskan, terus kemudian, mari, kurva EBT-nya segera dimulai. Kita ajak partner untuk bisa berjalan kepada kita," kata dia.
"Maka kemarin di debat terakhir saya katakan, cerita Laut China Selatan di mana blok D-Alpha di atas Natuna itu ada, saya sampaikan. Besok itu dieksploitasi. Karena satu kita dapat gasnya, dua geopolitiknya kita menguasai, tiga itu lapisan pertahanan yang akan kita bikin di sana. Dapat tiga-tiganya dan menyerap tenaga kerja," sambung Ganjar.