Harga BBM non-subsidi di DKI Jakarta terancam naik usai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengerek pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB).
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan, selain tren harga minyak dunia, harga BBM non-subsidi juga ditentukan oleh besaran pajak BBM yang besarannya ditetapkan oleh pemerintah daerah.
"Sehingga jika ada penyesuaian PBBKB oleh pemerintah daerah, maka akan mempengaruhi harga jual BBM non-subsidi," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (29/1) lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadjar, masyarakat sudah terbiasa dengan penyesuaian harga BBM non-subsidi yang rutin dilakukan setiap bulan.
Penetapan harga BBM nonsubsidi sendiri merupakan kewenangan pemerintah pusat karena ada subsidi di dalamnya.
Kenaikan PBBKB menjadi 10 persen ditetapkan dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
PBBKB merupakan pajak yang dipungut atas penggunaan bahan bakar kendaraan. Objek PBBKB merupakan penyerahan bahan bakar dari penyalur kepada konsumen.
Pemungutan pajak ini dilakukan oleh produsen atau importir bahan bakar kepada pihak penyalur bahan bakar seperti SPBU, bukan kepada konsumen atau pengguna. Sedangkan dasar pengenaan PBBKB adalah nilai jual bahan bakar sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.
"Tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)," tulis Pasal 24 ayat (1).
Lalu Pasal 24 ayat (2) menetapkan tarif PBBKB untuk kendaraan umum sebesar 50 persen dari tarif PBBKB buat kendaraan pribadi.
Aturan ini sudah diteken oleh Pj Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024 dan berlaku pada tanggal yang sama.