BI Tak Bergantung pada The Fed Soal Otak-atik Suku Bunga
Bank Indonesia (BI) mengaku tak bergantung pada bank sentral Amerika Serikat (The Fed) dalam mengotak-atik suku bunga acuan.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menuturkan hal itu dilakukan karena BI memiliki jurus sendiri dalam menjalankan kebijakan moneter.
"Pertanyaan banyak sekali, kapan BI turunkan suku bunga? Akan nunggu The Fed? Saya jawab gak sama seperti itu," kata Destry dalam acara Bloomberg Technoz Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (7/2).
BI masih menahan suku bunga acuan (BI rate) pada level 6 persen pada Januari 2024. Senada, The Fed menahan suku bunga acuan di level 5,25 persen hingga 5,50 persen.
Keputusan ini diambil lantaran belum yakin inflasi bisa menyentuh target 2 persen, meski saat ini mulai melandai.
Destry menuturkan BI bisa saja menurunkan suku bunga walaupun The Fed tidak melakukan itu. Ia menekankan bahwa BI bisa menurunkan suku bunga saat perekonomian domestik terjaga.
Destry mencontohkan bagaimana BI tak terpaku dengan The Fed. Ia menuturkan beberapa waktu lalu The Fed mengerek suku bunga hingga 500 basis poin (bps). Merespons itu, BI tidak ikut menaikan suku bunga sebesar 500 bps, tapi hanya 250 bps.
Ia menjelaskan BI punya jurus lain dalam menjalankan kebijakan moneter. Salah satunya, makroprudensial. Insentif makroprudensial merupakan insentif yang diberikan oleh BI berupa pelanggaran atas kewajiban pemenuhan giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah.
Insentif ini diperuntukkan kepada bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu.
Adapun sektor prioritas untuk penyaluran kredit yang dimaksud adalah hilirisasi minerba dan non minerba (pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, serta pembiayaan inklusif (UMKM, KUR dan Ultra Mikro/UMi), dan pembiayaan hijau.
"Untuk makroprudensial kami fokus pada kebijakan yang pro pertumbuhan. Kami tingkatkan insentif pada bank yang menyalurkan dananya ke sektor yang kami anggap prioritas untuk mendorong ekonomi," jelas Destry.
BI sendiri telah menggelontorkan insentif Rp165 triliun untuk bank yang rajin menyalurkan kredit atau pinjaman ke sektor prioritas pada 2023. Bank penerima insentif likuiditas makroprudensial tersebut mencakup Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS)/Unit Usaha Syariah (UUS).
(mrh/pta)