Prabowo Unggul Versi Quick Count, Ekonom Prediksi Ekonomi RI ke Depan
Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang Pilpres 2024 versi quick count atau hitung cepat.
Berdasarkan data sejumlah lembaga survei, pasangan calon nomor urut 2 itu mengantongi suara di kisaran 57 persen-59 persen. Mereka unggul jauh dari paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di 24 persen hingga 25 persen suara dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang cuma mendapatkan 16 persen-17 persen suara.
Jika hasil quick count ini tak beda jauh dengan perhitungan resmi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka Prabowo-Gibran sah meneruskan rezim Presiden Joko Widodo. Terlebih, selama ini keduanya mengusung tema keberlanjutan dari program-program Jokowi.
Namun, apa yang terjadi pada ekonomi Indonesia bila mereka benar menjadi presiden dan wakil presiden?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti khawatir Prabowo-Gibran akan lebih banyak bagi-bagi jabatan ketimbang Jokowi. Pasalnya, Koalisi Indonesia Maju yang diisi partai parlemen hingga non-parlemen sangatlah gemuk.
"Ini kan koalisinya banyak partai. Saya takut kabinetnya jadi kabinet gemuk, kabinet gemoy karena koalisinya banyak. Kita lihat, pemerintahan Presiden Jokowi saja itu menurut saya kabinetnya gemuk dibandingkan kabinet-kabinet sebelumnya yang lebih ramping," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/2).
Ada dua alasan Esther menyebut kabinet Jokowi gemuk dan berpotensi lebih parah di era Prabowo. Pertama, ada banyak badan selain dari kementerian.
Kedua, banyak posisi wakil menteri yang menurutnya tidak diperlukan. Ia menyebut posisi 'tak penting' ini hanya akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Jadi, itu menghambur-hamburkan anggaran, anggaran rutin. Harusnya APBN itu lebih banyak digunakan untuk anggaran pembangunan, bukan anggaran rutin. Jadi, kita bisa lebih progresif pembangunannya, jangan kayak sekarang. Ini kan koalisinya banyak banget sekarang, saya takutnya kabinetnya jadi kabinet gemoy," wanti-wanti Esther.
"Betul (Prabowo-Gibran akan banyak bagi-bagi jabatan), betul, itu yang saya khawatirkan, iya dong? Yang mendukung kan banyak banget, jadi pasti dia harus memberikan kompensasi," sambungnya.
Selain itu, Esther menyoroti sejumlah program kerja paslon nomor urut 2, terutama makan siang dan susu gratis. Ia menegaskan apa yang ditawarkan Prabowo dan Gibran merupakan kebijakan populis.
Ia menyebut presiden dan wakil presiden seharusnya punya program yang lebih oke. Ibarat memancing, masyarakat Indonesia seharusnya diberikan alat pancing atau kail, bukan ikannya langsung.
"Apalagi kalau kita lihat yang namanya memberikan susu gratis, susunya saja impor. Kemudian, berasnya untuk makan siang gratis juga impor. Sementara, kondisi di lapangan harga pangan selalu tidak stabil. Pada saat musim tertentu ada lonjakan harga pangan dan saat ini diperparah kelangkaan," kritik Esther.
Prabowo dan Gibran didesak bisa membawa Indonesia swasembada pangan. Untuk mewujudkan hal tersebut, menurutnya tak akan bisa dicapai dengan cara meneruskan program food estate Jokowi.
Esther menekankan ada masalah struktural dalam program lumbung pangan yang gagal tersebut. Mulai dari infrastruktur pertanian yang jelek hingga kurangnya penyuluhan kepada petani.
"Pertama, (program populis seperti makan siang dan susu gratis) akan meningkatkan alokasi APBN untuk hal-hal yang konsumtif daripada produktif," ucapnya.
"Kedua, meningkatkan utang, kayaknya iya juga. Saya lihat ini utang pada zaman Presiden Jokowi jauh lebih banyak, naiknya sekitar 2 kali-3 kali lipat dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Tapi investasinya itu tidak efisien, dibuktikan dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR), jadi makin tidak efisien. Ini harus dicermati, itu banyak kebijakan kebijakan populis sehingga APBN jatuhnya hanya untuk hal-hal kurang produktif," tutupnya.
Senada, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut kemenangan Prabowo-Gibran tak akan banyak mengubah nasib Indonesia. Apa yang diusung paslon nomor urut 2 itu mirip-mirip dengan yang dikerjakan Jokowi dua periode ini.
Nailul memprediksi Prabowo akan terus menggenjot infrastruktur dan pembangunan fisik secara masif. Namun, dampaknya tak akan terlalu terasa bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Dengan strategi yang sama (dengan Jokowi), saya rasa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di angka 5 persenan. Faktor investasi di bawah Bahlil (Kepala BKPM/Menteri Investasi Bahlil Lahadalia) pun belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi," katanya.
"Dengan komposisi menteri yang kemungkinan ada beberapa pos yang sama, saya rasa kemungkinan akan sama kebijakan yang diambil," ramal Nailul.
Ia juga menyoroti megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Nailul menyebut APBN akan semakin berat memikul janji manis Prabowo yang didampingi putra sulung Jokowi itu.
Menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Jokowi saja sudah memberatkan APBN. Dampak buruknya akan berlipat ganda jika Prabowo-Gibran benar menjadi pemenang Pilpres 2024.
Lihat Juga : |
"APBN akan semakin berat nampaknya jika kebijakan Jokowi dijalankan plus program baru Prabowo-Gibran dilakukan. Makan siang gratis dan beberapa kebijakan lainnya akan menguras APBN," wanti-wanti Nailul.
"Larinya akan ke utang negara. Jika kebijakan masih ugal-ugalan, saya rasa hutang bisa naik 1,5 kali hingga 2 kali lipat di 2029. Ini yang harus kita kawal," tandasnya.
(agt)