Perum Bulog memilih mengimpor 507 ribu ton beras per Februari 2024 demi memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) karena harga dari petani lokal dianggap tak cocok alias kemahalan.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog Cahyaningtiyas Rispinatri mengatakan importasi ini merupakan penugasan yang diberikan kepada mereka. Sejak awal tahun ini hingga Minggu (18/2), wanita yang akrab disapa Tiyas itu mengatakan sudah masuk 507.772 ton beras impor.
"Jadi, dengan target penyaluran (beras) SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dan bantuan pangan, ini secara kontinu juga pengadaan dari luar negeri (impor) terus berjalan," ucap Tiyas dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, dikutip dari YouTube Kemendagri, Senin (19/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meskipun, memang sebenarnya pengadaan dalam negerinya saat ini sebagaimana tadi disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian bahwa harga gabah dan beras dalam negeri tidak memungkinkan untuk kami akses. Jadi, memang sejauh ini sumber pengadaan kami dari luar negeri (impor)," tambahnya.
Beras impor tersebut masuk dari berbagai Kantor Wilayah (Kanwil) Perum Bulog, ada dari DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Sulawesi Tengah. Tiyas mengatakan beras impor tersebut tidak hanya masuk melalui pelabuhan besar, melainkan juga pelabuhan-pelabuhan kecil.
Bulog mencatat beras impor terbanyak masuk pada Januari 2024 lalu melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, yakni 94,39 ribu ton. Sedangkan pada bulan ini terbanyak tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur sebesar 48,74 ribu ton.
Jika mengacu penjelasan Kementerian Pertanian, harga gabah kering panen (GKP) dari petani lokal saat ini memang tengah tinggi. Direktur Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Moh. Ismail Wahab menyebut harga gabah bisa mencapai Rp7.000 hingga Rp8.000 per kg.
"Saya selama bekerja di Kementerian Pertanian, baru sekarang melihat (harga) GKP mencapai sedemikian besar. Rata-rata dulu Rp4.000-Rp5.000 (per kg). Ini luar biasa dan harus kita genjot terus produksi kita, kalau tidak, tidak akan turun-turun harga beras kita," tutur Ismail.
"Kalau produksi kita melimpah maka saya kira hukum pasar akan segera berlaku. Tapi, kalau produksi sudah melimpah harga tidak turun-turun juga, berarti hukum pasar kita atau supply demand sudah tidak berlaku lagi untuk beras ini," imbuhnya.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor beras yang dilakukan Indonesia per Januari 2024 mencapai 443,91 ribu ton. Paling banyak didatangkan dari Thailand sebesar 237,64 ribu ton (53,53 persen).
Sisanya, Pakistan sebanyak 129,78 ribu ton (29,24 persen), Myanmar 41,64 ribu ton (9,38 persen), dan Vietnam 32,34 ribu ton (7,29 persen), serta negara lainnya mendatangkan 2,51 ribu ton (0,57 persen)
(skt/pta)