Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja), bersama pemangku kepentingan dari Kementerian Ketenagakerjaan, asosiasi pengusaha, dan serikat buruh, mengadakan rapat konsolidasi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Rapat ini berfokus pada evaluasi penerapan PP Nomor 51 Tahun 2023 dan monitoring rencana revisi PP Nomor 35 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksana UU Cipta Kerja.
Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, berharap dengan adanya UU Cipta Kerja pemerintah dapat membangun suatu ekosistem usaha yang bisa menciptakan lapangan kerja, di mana para pekerja tersebut dapat mendorong perekonomian.
"Yang terpenting ketika membahas PP 51/23 dan PP 35/21 memang harus dalam 1 rangkaian. Dalam PP 35/21 kita membahas mengenai PKWT, PHK, dan lain-lain. Artinya hal tersebut merupakan mekanisme yang tertuang dalam jaminan sosial," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ketua Pokja Monitoring dan Evaluasi Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Edy Priyono, menjelaskan bahwa dengan diadakannya rapat konsolidasi ini, tim Satgas UU Cipta Kerja dapat mengevaluasi penerapan peraturan pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang pengupahan.
"Dalam UU Cipta Kerja yang baru ada beberapa perubahan kebijakan, khususnya dalam komponen tingkat upah minimum, yang awalnya diatur dalam PP No. 36 Tahun 2021 direvisi menjadi PP No. 51 Tahun 2023," ucap dia.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa komponen upah minimum sebelumnya hanya ditentukan oleh inflasi atau pertumbuhan ekonomi saja. Sementara setelah adanya revisi upah minimum ditentukan oleh inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Terkait kebijakan alih daya, Edy mengatakan bahwa dalam UU Cipta Kerja yang lama, pekerjaan yang bisa dialihdayakan diserahkan kepada pelaku usaha. Sedangkan dalam UUCK hasil revisi dinyatakan bahwa jenis-jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
"Artinya PP 35 Tahun 2021 tentang alih daya ini harus segera direvisi. Kami usahakan sebelum pergantian pemerintah, peraturan tersebut sudah selesai," paparnya.
Di sisi lain, Kepala Institute of Advanced Studies in Economics and Business Universitas Indonesia, Turro Selrits Wongkaren, mengatakan bahwa yang seharusnya memerlukan perhatian lebih adalah struktur dan skala upah, bukan upah minimum.
"Data sakernas menunjukkan sekitar 60 persen pekerja menerima upah di bawah rata-rata, yang artinya struktur skala upah relatif tidak berjalan," sebutnya.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam PP 51/23, Dewan Pengupahan memiliki tugas untuk mengawasi penerapan struktur dan skala upah di perusahaan. Oleh karena itu, dewan ini harus profesional, dalam artian mereka memberikan masukan kepada pemerintah dengan kajian dan data yang tidak berdasarkan pada perasaan dan dugaan.
Sedangkan untuk kebijakan alih daya, Koordinator Bidang Hubungan kerja, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Feryando Agung Santoso, melihat bahwa alih daya sudah semakin berkembang.
"Untuk itu, ketika membuat suatu peraturan maka bentuknya bukanlah pembatasan melainkan hanya sebatas mengatur," tegas dia.
Feryando menerangkan bahwa alih daya dibagi ke dalam perjanjian penyedia jasa pekerja buruh dan perjanjian borongan. Perjanjian pekerja buruh dibagi ke dalam lima kriteria sedangkan perjanjian borongan berdasarkan pada alur kerja.
Kebijakan alih daya ini juga mendapat sambutan positif dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Rizky. Menurutnya alih daya sejalan dengan UU Cipta Kerja yang berusaha menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia karena banyak dipakai oleh perusahaan sebagai hal yang kompetitif.
"Kami berharap agar alih daya lebih fleksibel namun juga fokus pada perlindungan pekerjanya," katanya.
Edy pun menegaskan bahwa pemerintah akan fokus pada perlindungan pekerja alih daya.
"Perusahaan alih daya terikat dengan ketentuan upah minimum, pemberian hak jaminan sosial, dan lain sebagainya. Ini sebetulnya yang diharapkan dengan adanya UU Cipta Kerja," pungkas dia.
(rir)