DPR Sayangkan Anggaran Pendidikan APBN Tak Mampu Tekan Pengangguran

CNN Indonesia
Selasa, 04 Jun 2024 21:05 WIB
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menyinggung anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN tidak bisa menekan angka pengangguran di dalam negeri. (Arsip Istimewa via Detikcom).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah sangat menyayangkan anggaran pendidikan yang sebesar 20 persen dari belanja APBN tidak bisa menekan angka pengangguran di dalam negeri, terutama dari kelompok usia muda.

Menurut Said, hal ini tercermin dengan pengangguran angka pengangguran didominasi oleh lulusan SMA dan SMK serta 10 juta Gen Z masih ditemukan tidak bekerja atau tak melakukan kegiatan apapun Not Employment, Education, or Training (NEET).

Padahal, ia menilai anggaran pendidikan dialokasikan sangat tinggi setiap tahunnya agar bisa memberikan pendidikan yang layak bagi penduduk Indonesia untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas.

"Anggaran pendidikan 20 persen dari belanja negara harus mampu memberikan keterampilan anak anak muda kita ini menyongsong masa depan mereka," ujarnya dalam Rapat Kerja Banggar bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (4/6).

Lanjutnya, pengangguran di Indonesia yang didominasi oleh lulusan SMA dan SMK menandakan banyak masyarakat tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Sehingga masuk ke dunia kerja, padahal skill nya belum memadai atau kalah dengan lulusan perguruan tinggi.

"Data ini memberi arti, mereka yang lulus SMA dan SMK dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, kemungkinan besar dari rumah tangga kurang mampu. Oleh sebab itu, perguruan tinggi harus lebih inklusif terhadap keluarga tidak mampu," jelasnya.

Ke depannya, ia berharap anggaran pendidikan bisa lebih dimaksimalkan, terutama memberikan pembiayaan gratis bagi masyarakat yang ingin lanjut ke jenjang lebih tinggi seperti universitas.

"Dukungan anggaran pendidikan 20 persen dari belanja negara belum mampu mengubah rakyat menjadi tenaga kerja terampil, penuh inovasi, dan punya etos kerja tinggi. Lebih dari separuh angkatan kerja masih lulusan SMP. Tentu saja keadaan ini tidak bisa kita andalkan untuk bersaing dalam pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif," pungkasnya.



(ldy/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK