Kehadiran mega proyek Jalan Tol Trans Jawa dan Tol Trans Sumatera di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi berbagai manfaat bagi masyarakat. Salah satunya bagi Fatima (32).
Perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai dokter itu mengaku sangat terbantu dengan kehadiran Tol Trans Jawa. Apalagi, tarif yang diberikan juga dianggap masih 'masuk di kantong', sehingga menguntungkan dari segi waktu.
"Buat yang sering bolak-balik Jawa pasti sangat membantu," ucap Fatima kepada CNNIndonesia.com, Senin (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, Fatima merasa fasilitas rest area di beberapa titik di Tol Trans Jawa masih memiliki kekurangan dari segi penataan. Selain itu, beberapa jalan terkadang kurang mulus, sehingga hal ini bisa diperbaiki ke depan.
Senada, Sisil (31), seorang karyawan di perusahaan keuangan, juga terbantu dengan Tol Trans Jawa. Sebab, ia sering pergi mudik dari Jakarta ke Jawa Tengah dan Yogyakarta melalui tol tersebut.
"Menurut saya sih sangat membantu ya, apalagi di peak season dibuat one way, sungguhlah jadi mempersingkat waktu tempuh. Dan perihal tarif, menurut saya value for money ya, ibaratnya membeli waktu," ungkap Sisil.
Tol Trans Jawa memang menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur di era Jokowi, meski pembangunan tol di pulau ini sebenarnya sudah ada sejak era Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. Pada 1978, pemerintah membangun Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) sepanjang 59 kilometer.
Kala itu, pemerintah menugaskan PT Jasa Marga (Persero) Tbk untuk membangun Tol Jagorawi dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pinjaman luar negeri.
Setelah itu, satu per satu jalan tol mulai dibangun di Jawa, meski tidak saling terhubung seperti pembangunan Tol Trans Jawa di era Jokowi.
Tak hanya di Pulau Jawa, tol pertama di Pulau Sumatera juga dibangun pada era pemerintahan Soeharto, yaitu Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera) sepanjang 34 km pada 1986.
Meski juga belum saling terhubung seperti Tol Trans Sumatera, tapi setidaknya sudah ada beberapa tol yang dibangun di era pemerintahan Soeharto di Indonesia.
Hal ini karena pemerintah memberi kesempatan kepada pihak swasta untuk ikut berinvestasi dalam pembangunan jalan tol sebagai operator jalan tol melalui kerja sama dengan Jasa Marga mulai 1987. Secara total, data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mencatat jalan tol yang telah dibangun pada 1978-2014 mencapai 789,82 km.
Namun, pembangunan jalan tol kemudian benar-benar dikebut pada pemerintahan Jokowi sejak 2014 sampai saat ini. Pemerintahan Jokowi juga menyambungkan beberapa tol yang sudah terbangun dengan yang baru dibangun menjadi Tol Trans Jawa, Tol Trans Sumatera, Tol Trans Kalimantan, sampai Tol Trans Sulawesi.
"Dalam 40 tahun kita telah membangun 780 kilometer jalan tol. Kemudian, 2014 kita dorong betul agar jalan tol semuanya segera tersambungkan, baik yang Trans Jawa, Trans Sumatera, beberapa di Kalimantan dan Sulawesi," ujar Jokowi.
Totalnya, jalan tol yang dibangun di era pemerintahan Jokowi dalam 10 tahun mencapai 2.103,2 km. Artinya, pemerintahan Jokowi membangun 72,69 persen dari total jalan tol yang ada di Indonesia mencapai 2.893,02 km.
Bahkan, jumlah ini masih bisa bertambah sampai akhir 2024 jika beberapa jalan tol yang tengah dibangun selesai dan dapat dioperasikan.
Salah satunya bagian akhir dari Tol Trans Jawa, yaitu Tol Probolinggo-Banyuwangi sepanjang 175,4 km. Jika tol ini rampung maka Banten-Banyuwangi tersambung melalui Tol Trans Jawa.
Menurut Jokowi, manfaat yang paling terasa dari kehadiran kedua jalan tol adalah lahirnya konektivitas dengan kondisi jalan yang baik antar daerah. Apalagi semula banyak daerah yang tidak memiliki akses jalan yang baik, misalnya karena terhalang hutan, kawasan industri, dan lainnya.
Kemudian, tol juga membuat waktu tempuh yang berkurang secara signifikan. Contohnya, kehadiran Tol Binjai-Langsa yang menghubungkan Kota Medan dengan Kabupaten Simalungun.
"Pak Bupati Simalungun menyampaikan kalau dulu dari Medan ke sini (Kabupaten Simalungun) menghabiskan waktu 3,5-4 jam, sekarang hanya kira-kira 1,5 jam lebih sedikit," katanya.
Begitu juga dengan kehadiran Tol Solo-Yogyakarta yang dapat memangkas waktu tempuh antar kedua kota dari 3-6 jam menjadi 30-50 menit saja.
Bagi Jokowi, manfaat jalan tol berupa pengurangan waktu tempuh dari satu daerah ke daerah lainnya merupakan hal yang penting. Sebab dapat mengurangi biaya transportasi dan biaya logistik.
"Dulunya biaya logistik kita kurang lebih 24 persen, sekarang ini sudah turun menjadi 14 persen. Sehingga harga-harga bisa ditekan lebih murah dan itu terlihat dari angka inflasi," katanya.
Dampak lanjutannya, menurut Jokowi, penurunan biaya logistik dapat mempengaruhi tingkat daya saing suatu negara sekaligus mengundang aliran investasi yang turut dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian.
"Efisiensi biaya logistik ini sangat penting sehingga akan mempengaruhi daya saing investasi negara kita. Enggak akan mungkin investor datang kalau infrastruktur kita jelek," ucapnya.
Adapun menurut International Institute for Management Development (IMD), Indonesia berada di peringkat ke-37 dalam World Competitiveness Ranking pada 2014. Sementara pada 2024, Indonesia berhasil lompat ke peringkat ke-27.
Efisiensi biaya logistik dari kehadiran Tol Trans Jawa pun dirasakan oleh dunia usaha. Hal ini diamini oleh Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Kukuh Kumara.
Menurutnya, Tol Trans Jawa membuat distribusi unit kendaraan maupun suplai komponen produsen otomotif menjadi lancar dan memangkas biaya logistik. Meski ia tidak merinci berapa perkiraan penghematan yang didapat.
"Kami mendukung pembangunan infrastruktur, karena ultimate goal-nya itu menekan biaya logistik, pemerataan. Biaya logistik itu kan masih tinggi karena tidak terintegrasi," ungkap Kukuh kepada CNNIndonesia.com.
Begitu pula dengan kehadiran Tol Trans Sumatera yang terlihat dari hasil penelitian Pusat Penelitian Transportasi Antarmoda, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan pada manfaat ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Besar.
Data penelitian mencatat rata-rata volume kendaraan di ruas tersebut mencapai 30.695 kendaraan per bulan sejak diresmikan pada Maret 2019 sampai Mei 2019.
Dari jumlah itu, sebanyak 70 persen memilih menggunakan jalan tol untuk pengiriman barang karena alasan efisiensi waktu, kepastian perjalanan, keamanan lebih terjamin hingga frekuensi pengiriman yang bisa lebih banyak.
"Efisiensi waktu pengiriman barang antara 50 persen sampai 70 persen. Selain itu dengan adanya tol dapat menghilangkan biaya tambahan dan biaya pungutan liar yang biasa dialami pengemudi," terang laporan tersebut.
"Dapat disimpulkan bahwa keberadaan JTTS (Jalan Tol Trans Sumatera) yang menghubungkan antara Lampung dan Palembang memberikan dan meningkatkan aktivitas transportasi dan logistik," tutup laporan tersebut.
Lebih lanjut, biaya transportasi dan logistik yang lebih hemat diharapkan dapat membuat nilai produk Indonesia dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional.
Yang tak kalah penting, kehadiran Tol Trans Jawa dan Tol Trans Sumatera menjadi pusat ekonomi baru di daerah sekitar tol. Salah satu indikatornya adalah lahirnya sejumlah tempat istirahat dan pelayanan (TIP) atau rest area di Tol Trans Jawa dan Tol Trans Sumatera.
Rest area telah menjadi salah satu titik ekonomi baru bagi masyarakat di sekitar tol. Hal ini diyakini akan pula menjadi tambahan penggerak ekonomi daerah.
"Kita harapkan menjadi pengungkit ekonomi di daerah, kemudian pemicu tumbuhnya pusat-pusat ekonomi baru di sekitar jalan tol" tutur Jokowi.
Data BPJT mencatat jumlah TIP di Jawa mencapai 99 rest area yang terdiri dari 55 rest area tipe A, 36 rest area tipe B, dan 8 rest area tipe C pada 2020. Sementara jumlah TIP di Sumatera berkisar 41 rest area, terdiri dari 25 rest area tipe A, 8 rest areaa tipe B, dan 8 rest area tipe C.
Tak hanya membangun konektivitas di Jawa dan Kalimantan, pemerintah juga membangun Jalan Trans Papua di pulau paling timur Indonesia.
Secara total, proyek pembangunan Jalan Trans Papua mencapai 3.462 km. Dari jumlah itu, tinggal 183 km yang belum tembus.
Sementara sisanya sudah tembus, namun baru sekitar 1.647 km yang teraspal, yaitu 977 km di Papua dan 670 km di Papua Barat.
Rencananya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan merampungkan sisa bagian Jalan Trans Papua yang belum tembus secara bertahap sampai akhir tahun ini.
Kendati belum selesai 100 persen, namun Jalan Trans Papua telah menghadirkan konektivitas bagi masyarakat sekitar yang sebelumnya kesulitan akses. Bahkan, waktu tempuh dari satu kawasan ke kawasan lain harus memakan waktu hingga berhari-hari.
Tak hanya melalui Jalan Trans Papua, pemerintahan di era Jokowi juga membangun jalan perbatasan mencapai 1.098 km di Tanah Papua. Begitu juga dengan jembatan, bandara hingga pos lintas batas (PLB).
"Saya sampaikan bahwa pembangunan Indonesia sekarang bukan Jawasentris tetapi Indonesiasentris, dan Tanah Papua menjadi prioritas dari pembangunan yang kita lakukan," tutupnya.
(vws)