Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan iuran peserta belum tentu naik tahun depan.
Keputusan akhir besaran iuran BPJS ditetapkan paling lambat Juli 2025.
"Saya enggak bilang harus naik. Alternatifnya banyak. Bisa naik, bisa tetap. BPJS sebagai badan yang mengeksekusi bukan yang bikin regulasi," katanya di kompleks MPR/DPR, Jakarta, Rabu (13/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ghufron mengatakan pada intinya BPJS ingin menyesuaikan kemampuan antara biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dan penerimaannya. Dalam hal ini, perusahaan tidak mengalami defisit keuangan.
Lihat Juga : |
Ia pun menjelaskan penyebab utama BPJS Kesehatan diprediksi defisit Rp20 triliun tahun ini karena utilisasi pelayanan kesehatan meningkat dari 252 ribu per hari pada 2014 menjadi 1,6 juta utilisasi per hari.
Hal ini menunjukkan jumlah orang yang datang ke fasilitas kesehatan menggunakan BPJS semakin meningkat.
"Yang jelas kepercayaan masyarakat (terhadap BPJS) tinggi sekali sekarang. Bentar-bentar yang berobat ke luar negeri didiagnosis kanker, pulang (ke Indonesia) pakai BPJS. Yang bikin defisit tentu utilisasi," imbuhnya.
Direktur Perencanaan dan Pengambangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby sebelumnya mengatakan sejak 2023, terjadi gap antara biaya yang dikeluarkan BPJS Kesehatan dan penerimaannya.
Dia mengatakan rencana kenaikan iuran menjadi salah satu cara agar program JKN tetap berjalan di samping melakukan siasat lain mulai dari cost sharing sampai subsidi APBN.
"Sejak 2023, ada gap cross, artinya antara biaya dengan premi sudah lebih tinggi biayanya. Lost ratio yang terjadi di BPJS Kesehatan antara pendapatan premi dengan klaim yang dibayarkan bisa mencapai 100 persen. Ini yang membuat kondisi BPJS Kesehatan semakin tertekan dan mengancam kegagalan pembayaran klaim," tutur Mahlil.
Iuran BPJS Kesehatan memang tidak naik selama beberapa tahun belakangan ini.
Jika dirinci, peserta BPJS Kesehatan Kelas 1 membayar iuran Rp150 ribu per orang per bulan, Kelas 2 membayar iuran Rp100 ribu per orang per bukan, dan Kelas 3 membayar Rp35 ribu per orang per bulan. Iuran Kelas 3 sebenarnya sebesar Rp42 ribu per bulan, tetapi disubsidi pemerintah sebesar Rp7.000.
(fby/sfr)