Pengusaha membeberkan alasan investor China membangun banyak fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di Indonesia.
Ketua Bidang Perindustrian dan Perdagangan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Afifuddin Suhaeli Kalla mengatakan pada awal 2000 smelter nikel banyak dibangun di China. Bijih nikel yang diolah ternyata berasal dari Indonesia.
Namun, saat ekspor bijih nikel dilarang oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) sekitar tahun 2019-2020, China memindahkan pabrik pengolahan nikelnya ke Indonesia. Dengan pelarangan ekspor, nikel harus diolah terlebih dahulu di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi hilirisasi nikel pindah dari yang sebelumnya di China, pabriknya dipindahkan ke Indonesia. Jadi investasinya masuk ke Indonesia," katanya dalam Forum Diskusi CNN "Strategi Investasi Membangun Ekonomi Berkelanjutan" di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta, Rabu (20/11).
Afifuddin mengatakan China memang membutuhkan banyak nikel untuk dua industri, yakni stainless steel dan baterai kendaraan listrik. Karena itu, investor China ramai-ramai membangun smelter nikel di Indonesia.
Terlebih, Indonesia memiliki potensi nikel yang besar di mana pasokan nikel Indonesia menyumbang hampir 40 persen dari total pasokan global.
"Memang Indonesia salah satu pemain nikel terbesar di dunia dan untuk sekarang pun harga itu kita yang kendalikan. Jadi itu kenapa hilirisasi nikel dilakukan di Indonesia," katanya.
Program hilirisasi nikel menjadi salah satu fokus utama dalam strategi pembangunan ekonomi nasional, sejak dipopulerkan oleh Presiden Jokowi dan kemudian berlanjut di era Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam forum yang sama mengatakan selain nikel, dalam Asta Cita Presiden Prabowo, terdapat beberapa fokus yang sangat terkait terhadap upaya-upaya untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan dengan fokus hilirisasi.
"Jadi separuh dari Astra Cita, merupakan misi yang berhubungan erat dengan tugas, dan kewenangan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM terutama misi melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri," katanya.
Oleh karena itu, sebagai bentuk keseriusan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM telah menyusun peta jalan hilirisasi (roadmap) untuk 28 komoditas strategis yang mencakup 8 sektor.
Peta jalan ini akan menjadi panduan investasi hilirisasi di Indonesia, dengan nilai investasi potensial mencapai US$618,1 miliar dan diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja hingga 3.016.179 orang, serta peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$235,9 miliar.
Beberapa komoditas prioritas dalam peta jalan itu meliputi mineral dan batu bara di antaranya timah, kobalt, dan mangan untuk industri baterai kendaraan listrik. Kemudian silika dan kuarsa untuk industri kaca dan panel surya, dan batu bara untuk industri metanol dan kimia berbasis batu bara.
Lalu, komoditas minyak dan gas seperti petrokimia,metanol, amonia, urea, dan soda ash. Kemudian komoditas perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan seperti rumput laut untuk biostimulan; minyak kelapa sawit untuk industri kimia pangan (oleofood dan oleochemical) dan biofuel, serta produk kakao dan perikanan.
Todotua mengatakan Kementerian Investasi/ BKPM juga telah menetapkan 9 program quick wins dalam rangka meningkatkan investasi serta mendukung hilirisasi di antaranya dengan optimlisasi insentif fiskal seperti tax holiday.
"Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian berusaha dan kepercayaan kepada investor, serta mendorong investasi baru di bidang industri pionir," katanya.
Selanjutnya, peningkatan integrasi sistem di kementerian/lembaga (K/L). Saat ini katanya sedang dilakukan integrasi penuh, secara bertahap pada 5 K/L yakni pada Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum.
Lalu, peningkatan integrasi sistem RDTR Digital (Daerah) ke dalam Sistem Online Single Submission (OSS), pengembangan kawasan untuk menarik PMA, tercapainya target realisasi investasi, dan devottlenecking permasalahan investasi.
"Saat ini Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM berupaya untuk dapat melakukan penyelesaian permasalahan 5 perusahaan dengan nilai total Rp556 triliun," katanya.