Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal nilai tukar rupiah yang tembus Rp16 ribu per dolar AS.
Tak banyak berkomentar, ia mengatakan penurunan nilai tukar rupiah tak bisa dilihat hanya dalam pergerakan sehari.
"Itu kita enggak bisa lihat sehari. Kayak stock market enggak bisa dilihat sehari. Nanti kita lihat," katanya di Jakarta, Selasa (17/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nilai tukar rupiah tembus Rp16 ribu per dolar AS dalam beberapa hari terakhir. Rupiah dibuka di posisi Rp16.028 per dolar AS di perdagangan pasar spot pada Selasa (17/12) pagi.
Mata uang Garuda turun 26 poin atau minus 0,17 persen.
Sejumlah ekonom menilai pelemahan nilai tukar rupiah bisa berdampak pada sejumlah aspek, termasuk kenaikan harga barang elektronik impor.
Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan pelemahan rupiah akan membuat ongkos impor termasuk untuk bahan baku produk elektronik.
"Seperti impor barang input misalnya semikonduktor, microchip, maka akan meningkat biaya produksi dalam negeri," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Dengan kenaikan biaya produksi, maka tekanan harga akan diteruskan ke konsumen.
"Ini kemudian mendorong imported inflation dan memberi tekanan terhadap inflasi di dalam negeri," katanya.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira pun merinci daftar barang yang diprediksi mengalami kenaikan harga.
Pertama, barang elektronik seperti laptop, handphone, aksesoris. Ia mengatakan barang-barang elektronik ini akan mengalami kenaikan harga lantaran sebagian besar barang elektronik Indonesia adalah impor.
"Kemudian kedua adalah peralatan rumah tangga. AC, kulkas, TV, itu juga komponennya masih banyak mengandalkan impor yang terpengaruh pelemahan nilai tukar," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/6).
Ketiga, suku cadang kendaraan bermotor, yang sebagian besar juga bisa terpengaruh oleh fluktuasi kurs.
"Kendaraan bermotor sendiri, baik mobil, motor, kemudian juga truk, atau kendaraan niaga ini juga mengalami penyesuaian harga, tentunya karena biaya produksi yang naik," jelas Bhima lebih lanjut.
Keempat, bahan pangan. Bhima menjelaskan sebagian besar komoditas pangan, seperti kedelai, jagung, bawang putih dan gandum, bisa saja mengalami penyesuaian harga seiring dengan pelemahan rupiah.
Kelima, produk yang terkait dengan energi, seperti BBM, listrik, hingga LPG non-subsidi. Menurut dia, produk energi rentan mengalami penyesuaian harga karena kurs rupiah menjadi salah satu faktor yang berpengaruh.