Pembangunan pagar laut misterius di Kabupaten Tangerang sepanjang 30 kilometer (km) tidak mengantongi izin alias ilegal.
Keberadaan pagar laut misterius itu awalnya diketahui dari laporan warga yang diterima Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten pada Agustus 2024.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan pihaknya menerima laporan warga pada 14 Agustus. Lalu, pemda menerjunkan tim ke lokasi pada 19 Agustus. Tim menemukan dugaan pembangunan pagar laut sepanjang 7 kilometer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
DKP Banten lantas menggandeng Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali mendatangi lokasi pada 4-5 September.
"Saat itu informasi yang kami dapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa dan kemudian belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut," kata Eli dalam Diskusi Publik, di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta, Selasa (7/1) dilansir detikfinance.
Eli mengatakan timnya sudah melakukan investigasi sebanyak empat kali. Bahkan, mereka bekerja sama dengan Pangkalan TNI AL Banten, Polairud Polresta Tangerang, hingga Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Provinsi Banten.
Tim gabungan telah meminta pembangunan pagar laut itu dihentikan. Namun, pagar itu terus dibangun hingga saat ini memiliki panjang 30,16 kilometer.
Pembangunan pagar laut misterius Tangerang itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan. Ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.888 orang dan ada 502 orang pembudidaya di lokasi itu.
"Pertanyaannya apakah kemudian laut boleh dimanfaatkan? Tentu saja boleh, bukan berarti setelah ini ditentukan zonasinya, tidak bisa beraktivitas disana. Boleh tetapi dengan catatan adalah tadi melalui mekanisme sesuai dengan aturan perundang-undangan," ujarnya.
Meski keberadaannya menabrak aturan, pagar laut itu tak diketahui milik siapa. Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto menyebut Ombudsman sedang melakukan kajian terhadap hal itu.
Saat ditanya kemungkinan pemagaran untuk reklamasi, ia tak bisa memastikan. Suharyanto mengatakan reklamasi pun perlu pengurusan izin terlebih dulu.
"Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada," ujar Suharyanto.
"Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi," imbuhnya.
(dhf/pta)