Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap kelakuan nakal kementerian/lembaga (K/L), sebelum adanya perintah efisiensi dari Presiden Prabowo Subianto.
Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan BPK Ahmad Adib Susilo sepakat dengan arahan efisiensi. Ia menekankan langkah Prabowo sejalan dengan upaya perbaikan tata kelola.
"Contoh itu, misalnya sama-sama beli barang yang sama, tapi beda kementerian yang beli, harganya beda. Itu gak efisien!" ungkap Adib dalam Seminar Nasional di Perbanas Institute Jakarta, Kamis (27/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sama-sama beli komputer lah ya (misalnya). Di kementerian A harganya sekian, kementerian B sekian, (padahal) sama barangnya. Contoh inefisiensi, itu contoh kecil saja," sambungnya.
Lihat Juga : |
Adib menegaskan langkah efisiensi di Kabinet Merah Putih juga seirama dengan temuan BPK selama ini. Ia mencatat ada banyak anggaran-anggaran yang dipakai dengan tidak efisien oleh kementerian/lembaga.
Ia menyebut temuan-temuan BPK penting untuk meningkatkan tata kelola keuangan negara.
"Untuk memastikan dana publik, dana masyarakat, kalau orang Amerika itu (menyebutnya) dana taxpayer yang lebih transparan dan lebih bertanggung jawab," tuturnya.
"BPK sebagai lembaga pemeriksa tidak hanya mengawasi, tapi juga memberikan rekomendasi perbaikan. Alhamdulillah sekarang sudah mulai dilakukan efisiensi," imbuh Adib.
Di lain sisi, ia memaparkan tugas lain BPK yang mampu menghemat pengeluaran negara. Adib mencontohkan Kementerian Keuangan selalu meminta pertolongan BPK untuk mengecek ulang pembayaran subsidi.
Ini berlaku untuk seluruh subsidi, mulai dari minyak, listrik, sampai pupuk. Ia menegaskan BPK diminta untuk mengecek kembali, sebelum Kemenkeu membayarkan uang tersebut.
"Sebagai contoh itu kita melakukan koreksi atas pengajuan subsidi di 2023 yang listrik sebesar Rp2,57 triliun. Nah, itu kita koreksi (sehingga tak ada kelebihan pembayaran Rp2,57 triliun)," tutupnya.