Wakil Ketua Komisi XII Bambang Haryadi mengatakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bakal sidak ke beberapa SPBU besok, Jumat (28/2) buntut dugaan adanya BBM oplosan yang beredar.
Bambang menuturkan saat ini Bahlil tengah ada di kunjungan kerja ke luar kota sehingga tidak bisa melakukan sidak bersama DPR hari ini. Karena itu, Bahlil akan melakukan sidak untuk mengambil sample BBM di sejumlah SPBU dan kemungkinan ada anggota Komisi XII DPR yang ikut mendampingi.
Namun, Bambang belum merinci lokasi pasti SPBU yang bakal didatangi Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pihak kementerian besok akan melakukan sampling juga. Katanya si ini Pak Menteri langsung," ujar Bambang saat melakukan sidak dan pengambilan sampel BBM di SPBU Shell Cibubur, Depok, Kamis (27/2).
Lihat Juga : |
"Ini kan karena Pak Menteri masih di Magelang. Jadi kemungkinan besok," imbuhnya.
Hari ini, politisi Partai Gerindra tersebut melakukan sidak ke SPBU Pertamina dan Shell untuk mengambil sampel. Sampel yang diambil akan diuji lab di di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian ESDM. Hasilnya diharapkan selesai nanti malam dan Jumat akan diumumkan langsung oleh Bahlil.
"Besok, pagi (diumumkan hasil uji lab). Nanti malam, mudah-mudahan sudah selesai (proses uji lab). Katanya yang akan rilis nanti Pak Menteri sendiri," jelasnya.
Isu BBM oplosan mencuat di publik usai Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 9 tersangka dugaan mark up dalam kontrak pengiriman minyak mentah impor periode 2018-2023 oleh Pertamina.
Dari sembilan tersangka, enam di antaranya merupakan pejabat Pertamina. Salah satunya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Dalam hal ini, Riva diduga berbohong saat mengimpor minyak mentah di bawah RON 90, yang justru dicatat sebagai RON 92.
Sedangkan, tiga tersangka lainnya dari pihak swasta.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menegaskan perkiraan kerugian mencapai Rp193,7 triliun hanya terjadi di 2023. Ada kemungkinan modus serupa yang merugikan negara juga terjadi selama 2018-2022, bahkan lebih besar. Kejagung masih akan mengeceknya.
(ldy/pta)