Indonesia gagal mengantongi potongan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump, meski sudah memberikan sejumlah 'rayuan maut'.
Trump pertama kali menetapkan tarif resiprokal untuk puluhan negara pada 2 April 2025. Pengumuman bertajuk 'Liberation Day' itu turut memukul Indonesia, yang dibebankan tarif 32 persen.
Tim negosiasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto langsung bergegas ke AS sejak 17 April 2025 untuk melakukan negosiasi. Lobi ditempuh selama masa penundaan implementasi tarif yang berlaku 90 hari sejak 9 April 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga telah bersua sejumlah anak buah Trump, seperti Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dan Pejabat USTR Duta Besar Jamieson Greer. Bahkan, Indonesia diklaim sudah menyampaikan second best offer untuk meredam tarif AS.
Namun, Trump bergeming. Ia memutuskan Indonesia tetap harus menerima tarif 32 persen yang berlaku efektif mulai 1 Agustus 2025 mendatang. Bahkan, ia mengancam Indonesia jika berani meluncurkan tarif balasan.
Berikut sejumlah rayuan maut Indonesia yang gagal meluluhkan Trump:
Tawaran pertama Indonesia adalah membeli produk-produk Amerika senilai US$19 miliar alias Rp318,9 triliun (asumsi kurs Rp16.784 per dolar AS). Ini diumumkan Airlangga sebelum berangkat ke AS.
"Rencana daripada Indonesia untuk mengompensasikan delta daripada ekspor dan impor yang besarnya US$18 miliar-19 miliar," kata Airlangga dalam Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (14/4).
Presiden Prabowo Subianto turut membentuk Satuan Tugas Deregulasi (Satgas Deregulasi) untuk meredakan tekanan tarif Trump. Satgas itu dibentuk demi mempermudah aturan impor-ekspor dengan AS.
"Nah, di dalam konteks ini tentu kita nanti akan melihat apakah regulasi ini apabila akan di-remove atau dimodifikasi," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Virtual, Jumat (25/4).
"Sebagian ada di dalam kewenangan Kementerian Keuangan sehingga nanti kita akan terus bersama-sama dengan kementerian lain dan lembaga terkait untuk terus memperbaiki dan membenahi berbagai regulasi-regulasi tersebut," tambahnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga pernah menyebut akan mengalihkan sumber impor energi Indonesia. Nantinya, impor energi akan dipasok dari Negeri Paman Sam.
"Ini kita switch saja (negara asal impor energi), kita pindah ke Amerika. Itu tidak membebani APBN dan juga tidak menambah kuota impor kita," ucap Bahlil di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis (17/4).
"(Nilai pengalihan impor energi dari AS) di atas US$10 miliar kalau dari sektor crude oil, LPG, maupun BBM," jelas Bahlil.
Dengan asumsi kurs Rp16.862 per dolar AS, setidaknya pemerintah akan mengalihkan impor energi sekitar Rp168,6 triliun. Rinciannya, impor LPG ditambah dari 54 persen menjadi 80 persen-85 persen. Sedangkan impor minyak mentah dari AS yang semula hanya di kisaran 4 persen bakal digenjot sampai 40 persen.
Indonesia juga menambah impor pangan dari AS, yakni gandum, kacang kedelai, dan susu kacang kedelai. Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan rencana tambahan impor pangan tak bakal mengganggu target swasembada.
"Enggak, enggak (impor pangan AS ganggu swasembada Indonesia). Sama sekali enggak ada (mengganggu swasembada). Produknya (komoditas pangan) juga berbeda," tegas Budi usai Talkshow Aksi Konsumen Cerdas Indonesia di Sarinah, Jakarta Pusat, Minggu (20/4).
Menko Airlangga menyebut Indonesia turut menawarkan mineral kritis dan bantuan Danantara demi terbebas dari tarif impor tinggi. Proyek mineral kritis yang ditawarkan kepada Trump adalah brownfield project, yakni pengembangan proyek eksisting alias bukan membangun dari nol.
"Karena ke depan critical mineral kan untuk industri ekosistem elektronik, industri peralatan militer, dan juga angkasa luar semuanya butuh cable. Semuanya butuh copper (tembaga), kita sudah punya copper catode, dan itu ada Amerika-nya di dalam (ekosistem tembaga)," jelas sang menko usai Konferensi Pers Deregulasi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6).
"Nah, sekarang yang kita tawarkan untuk electric vehicle (EV) ecosystem. Nah, EV ecosystem itu terkait dengan nikel dan yang lain. Dan ini bagi Amerika ini cukup menarik, tawaran Indonesia ini cukup menarik," klaim Airlangga.
Perusahaan asal Indonesia, Indorama, berinvestasi senilai US$2 miliar atau Rp33,7 triliun (asumsi kurs Rp16.854 per dolar AS) di AS demi menekan tarif impor Trump. Indorama adalah perusahaan global yang memproduksi berbagai produk, termasuk polietilena, polipropilena, serat poliester, benang, dan sarung tangan medis.
"Indorama itu perusahaan yang multiproduk. Jadi mulai di Purwakarta, kemudian ekspansi ke berbagai negara, termasuk ke Amerika Serikat. Nah mereka itu kan di Amerika Serikat punya beberapa pabrik PET (Polyethylene Terephthalate)," jelas Airlangga dalam Konferensi Pers di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (28/4).
Pemerintah Indonesia mengeluarkan jurus pemungkas dengan menaikkan tawaran impor menjadi US$34 miliar atau setara Rp551 triliun (asumsi kurs Rp16.206,38 per dolar AS). Ini bahkan membuat neraca perdagangan Indonesia bakal defisit cukup banyak dari Amerika.
"Trade defisit Amerika terhadap Indonesia US$19 miliar, tetapi yang kita offer pembelian kepada mereka itu jumlahnya melebihi, yaitu US$34 miliar," ujar Airlangga dalam Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (3/7).
(skt/pta)