Nusron Jawab Koster yang Bantah Asing Kuasai Pulau Kecil di Bali
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menanggapi pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster yang membantah adanya pulau-pulau kecil di Bali yang dikuasai warga negara asing (WNA).
Nusron menjelaskan meskipun secara legal formal tidak ada kepemilikan asing dalam bentuk sertifikat, tetapi secara fisik penguasaan tetap terjadi.
"Memang gini, kalau dia dari segi sertifikatnya tidak ada. Di Bali maupun NTB. Tapi secara fisik dikuasai oleh orang asing. Jadi misalnya dia menikah pakai nominee, kalau enggak ya kemudian dikerjasamakan sama orang asing gitu," ujar Nusron di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (9/7).
Nusron menyatakan tidak ada yang salah dalam pernyataan kedua belah pihak, jika konteksnya dibedakan antara kepemilikan dan penguasaan. Dalam rapat sebelumnya dengan DPR, ia juga tidak menyebut pulau tersebut dimiliki oleh asing, melainkan dikuasai.
"Sebetulnya enggak ada (permasalahan), kan kita ngomong waktu di DPR pun ngomong tidak dimiliki tapi dikuasai," katanya.
Menanggapi kondisi ini, Nusron mengatakan pihaknya tengah mengusulkan agar regulasi terkait pulau-pulau terluar diperjelas.
Salah satu usulan adalah mendorong agar mayoritas kepemilikan atau saham dalam kerja sama investasi di pulau-pulau tersebut tetap berada di tangan pemerintah Indonesia atau warga negara Indonesia.
"Nah makanya ini ke depan kalau bicara masalah kedaulatan mau kita atur, kami usulkan supaya kalau ada pulau-pulau terluar, kalau mau dikerjasamakan dengan investor, kalau bisa dengan menggunakan pemegang sahamnya mayoritas tidak asing gitu. Sama mayoritasnya adalah tetap orang Indonesia gitu, atau pemerintah Indonesia," ujar Nusron.
Terkait sertifikasi pulau-pulau kecil, Nusron menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ia menegaskan semua tanah di luar kawasan hutan wajib disertifikasi, termasuk pulau-pulau yang secara fisik belum terdata resmi.
"Bukan menginisiasi, emang semua tanah harus disertifikasi. Selama dia tidak hutan, itu harus kita sertifikasi. Ini kan bagian dari program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap). PTSL kan apa? Men-sertifikasi tanah yang belum disertifikasikan," jelasnya.
Ia menambahkan prinsip sertifikasi berlaku untuk seluruh kepemilikan, baik milik masyarakat kecil maupun milik pihak swasta atau pemodal besar. Namun, sertifikasi tidak serta-merta berarti kepemilikan penuh.
"Pulau-pulau itu enggak boleh dimiliki 100 persen oleh satu orang maupun oleh satu badan hukum," tambahnya.
Terkait skema hak atas tanah, Nusron menyatakan akan bergantung pada status kepemilikan dan tata ruang masing-masing pulau. Jika milik pemerintah daerah dan diperuntukkan bagi perkebunan, maka bisa diberikan Hak Guna Usaha (HGU). Jika untuk keperluan lain, maka bentuknya bisa berupa Hak Pakai (HP).
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster menyatakan tidak ada pulau kecil di Bali yang dimiliki oleh asing. Ia menyebut keberadaan WNA di beberapa pulau hanya sebatas sebagai investor yang membangun fasilitas pariwisata seperti vila dan hotel.
Koster juga memastikan investasi oleh WNA dilakukan sesuai prosedur, dan pemerintah daerah telah membentuk tim untuk menertibkan jika ditemukan pelanggaran.
(del/pta)