Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan dua alasan mengapa Presiden Prabowo Subianto tetap harus menuntaskan negosiasi tarif impor yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
"Memang walaupun kelihatannya sejahat itu Amerika Serikat, cuma kita masih tetap perlu untuk menyelesaikan deal ini," ujar Peneliti CSIS Dandy Rafitrandi dalam Media Briefing di Gedung Pakarti Centre, Jakarta Pusat, Kamis (10/7).
Dandy menyebut alasan pertama adalah konsep perdagangan yang bukan sekadar masalah ekspor dan impor. Ia menekankan ada juga transfer teknologi, transfer pengetahuan, sampai potensi investasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski Indonesia tak mengantongi diskon alias tetap dipukul tarif 32 persen, Dandy menilai pemerintahan Prabowo tidak bisa serta-merta menghentikan ekspor ke Amerika. Ia mengingatkan bahwa mencari pasar baru juga bukan perkara mudah.
Lihat Juga : |
"Kita tahu sendiri Amerika Serikat memang masih menjadi leader, in terms of technology, in terms of investor, apalagi ekonomi digital, AI, dan lain-lain. Ini kita masih memerlukan, Indonesia masih memerlukan investasi dan juga knowledge transfer yang memang perusahaan-perusahaan AS itu masih sangat besar interest-nya di Indonesia, in terms of market dan juga population," tuturnya.
Sementara, alasan kedua adalah urgensi Indonesia untuk menyeimbangkan kekuatan global. Menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya condong ke China.
Terlebih, Dandy mengatakan bahwa data-data perdagangan dan investasi China ke Indonesia semakin membesar.
"Nah, Amerika Serikat itu adalah balancing power yang kita perlukan supaya national interest kita tetap terjaga," tegas Dandy.
Presiden AS Donald Trump sudah menyurati Presiden Prabowo Subianto pada 7 Juli 2025 lalu. Trump memutuskan Indonesia tetap dipungut tarif 32 persen, sesuai dengan pengumuman awal pada 2 April 2025. Bahkan, Trump mengancam akan menambah besarannya jika Indonesia berani menetapkan tarif balasan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto baru saja bertemu Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Pejabat United States Trade Representative (USTR) Jamieson Greer pada Rabu (9/7). Ia mengklaim kedua negara setuju untuk membahas kelanjutan kesepakatan tarif dalam 3 minggu ke depan.
"Kita sudah memiliki pemahaman yang sama dengan AS terkait progres perundingan. Ke depan, kita akan terus berupaya menuntaskan negosiasi ini dengan prinsip saling menguntungkan," jelas Airlangga dalam rilis resmi Kemenko Perekonomian.
"Kita ingin meningkatkan hubungan komersial Indonesia dengan AS. Minggu lalu, perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang pertanian dan energi telah menandatangani MoU dengan perusahaan-perusahaan AS untuk pembelian produk unggulan AS dan meningkatkan investasi," tambahnya.
Di lain sisi, Amerika diklaim sangat tertarik menggarap potensi mineral kritis di Indonesia. Airlangga mengatakan Indonesia punya cadangan besar nikel, tembaga, hingga kobalt yang dirasa perlu dioptimalkan potensinya.