Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan tiga alasan suku bunga acuan atau BI Rate dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen pada Juli 2025.
Pertama, inflasi yang diperkirakan semakin rendah pada tahun ini hingga tahun depan dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen.
"Bahkan perkiraan inflasi inti ke depan akan tetap berada di bawah titik tengah 2,5 persen," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI secara virtual, Rabu (16/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan kedua nilai tukar rupiah yang stabil. BI mencatat nilai tukar rupiah pada Juni 2025 menguat sebesar 0,3 persen dibandingkan dengan posisi akhir bulan sebelumnya.
Perry mengatakan perkembangan terkini hingga pertengahan Juli 2025 menunjukkan rupiah tetap stabil di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
"Alasan ketiga adalah perlunya kita bersama-sama baik BI, pemerintah, perbankan, dunia usaha, mendorong pertumbuhan ekonomi kita," katanya.
Perry mengimbau perbankan menurunkan suku bunga kredit seiring turunnya BI Rate. Ia mengatakan pada Juni 2025, suku bunga kredit perbankan masih tinggi saat BI menurunkan BI Rate menjadi 5,5 persen dari 5,75 persen pada Mei lalu.
Suku bunga kredit perbankan katanya berada di level 9,16 persen pada Juni 2025, tidak jauh berbeda dari 9,18 persen pada Mei 2025.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit atau pembiayaan guna mendukung pertumbuhan ekonomi," katanya.
Perry juga menyoroti pertumbuhan kredit yang melambat. Kredit perbankan pada Juni 2025 hanya tumbuh 7,7 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan Mei 2025 sebesar 8,43 (yoy).
Ia mengatakan pelambatan pertumbuhan kredit bukan disebabkan likuiditas yang ketat. Pasalnya, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap tinggi, mencapai 27 persen.
Masalahnya terletak pada bank yang lebih suka menempatkan alat likuid pada surat-surat berharga dan terlalu berhati-hati dalam mengalokasikan alat likuid ke kredit.
Selain itu, bank juga meningkatkan standar penyaluran kredit (lending standard).
"Jadi dari sisi preferensi, bank menaruh alat likuidnya pada surat-surat berharga dibandingkan mendorong kredit. Dan juga kelihatan lending standard yang meningkat," katanya.
(fby/pta)