Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengumumkan serangkaian kebijakan baru pada Rabu (23/7) untuk meredam keresahan publik atas tingginya biaya hidup.
Kebijakan tersebut mencakup pemberian bantuan tunai kepada seluruh warga dewasa serta penurunan harga bahan bakar minyak (BBM).
Mengutip Reuters, dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Anwar menyatakan bahwa semua warga Malaysia berusia 18 tahun ke atas akan menerima bantuan tunai satu kali sebesar 100 ringgit (sekitar US$23,67) atau Rp385.693 (asumsi kurs Rp16.294 per dolar AS), yang akan mulai disalurkan pada 31 Agustus mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total anggaran bantuan tunai Malaysia pada 2025 akan ditingkatkan menjadi 15 miliar ringgit (US$3,55 miliar), dari sebelumnya hanya 13 miliar ringgit.
Langkah ini diumumkan menjelang aksi unjuk rasa yang direncanakan digelar di Kuala Lumpur pada Sabtu (26/7), yang bertujuan menuntut pengunduran diri Anwar atas melonjaknya harga kebutuhan dan ketidakpuasan terhadap reformasi yang dijanjikan.
Polisi memperkirakan antara 10 ribu hingga 15 ribu orang akan hadir dalam aksi tersebut.
Anwar juga menyampaikan pemerintah akan mengumumkan rincian rencana penyesuaian subsidi bahan bakar RON95 sebelum akhir September.
Setelah penyesuaian dilakukan, harga BBM di SPBU akan turun menjadi 1,99 ringgit per liter, dari harga saat ini sebesar 2,05 ringgit. Namun, warga negara asing akan dikenai harga pasar tanpa subsidi.
Anwar belum menjelaskan secara rinci mekanisme penerapan kebijakan tersebut.
Ekonom Bank Investasi Kenanga Muhammad Saifuddin Sapuan menilai bantuan tunai dan subsidi BBM diperlukan untuk mendorong permintaan domestik di tengah ketidakpastian global.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat menekan target fiskal pemerintah.
Sementara itu, analis dari Fitch Ratings, Kathleen Chen, memperingatkan bahwa keterlambatan atau kurangnya kemajuan dalam reformasi subsidi dapat mengancam target defisit pemerintah yang ingin diturunkan ke 3 persen pada 2028.
Fitch memperkirakan rasio utang pemerintah Malaysia akan tetap tinggi, sekitar 76,5 persen dari PDB pada 2025, dengan penurunan bertahap dalam jangka menengah.
(ldy/sfr)