BPJS Kesehatan Jelaskan Skema Bayar Dokter, Bukan Rp2 Ribu

BPJS Kesehatan | CNN Indonesia
Jumat, 25 Jul 2025 16:08 WIB
Dua istilah yang kerap disalahartikan adalah sistem kapitasi dan Indonesia Case-Based groups (INA-CBG) dalam mekanisme pembiayaan layanan kesehatan.
Ilustrasi. (Foto: iStockphoto/andrei_r)
Jakarta, CNN Indonesia --

BPJS Kesehatan merespons pernyataan yang menyebut dokter gigi menerima kapitasi atau pembayaran jasa pelayanan kesehatan sebesar Rp2 ribu dari pasien peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah menyampaikan, dua istilah yang kerap disalahartikan adalah sistem kapitasi dan Indonesia Case-Based groups (INA-CBG) sebagai komponen penting dalam mekanisme pembiayaan layanan kesehatan untuk peserta JKN.

Rizzky mengatakan, ada perbedaan antara kapitasi dan INA-CBG mencakup cara pembayaran, jenis layanan yang diberikan, serta fasilitas kesehatan (faskes) yang menerima pembayaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kapitasi adalah sistem pembayaran yang dilakukan di awal secara prabayar setiap bulan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), seperti puskesmas, klinik pratama, atau dokter praktik perorangan. Besaran pembayaran ditentukan berdasarkan jumlah peserta JKN yang terdaftar, tanpa memperhitungkan frekuensi kunjungan atau jenis layanan medis yang diberikan," ujar Rizzky.

Artinya, walaupun peserta tidak datang berobat, faskes tetap menerima pembayaran dari BPJS Kesehatan. Di sisi lain, FKTP tetap dituntut memberikan layanan secara optimal, termasuk layanan promotif, preventif, serta pengelolaan pasien penyakit kronis melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) dan Program Rujuk Balik (PRB).

"Jadi tidak benar kalau ada yang bilang dokter cuma dibayar BPJS Kesehatan Rp2 ribu untuk setiap pasien yang dilayani. BPJS Kesehatan membayar ke FKTP, dan besaran tarif kapitasi ini telah diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023. Sedangkan pembagian jasa medis dokter dan tenaga medis kesehatan lainnya merupakan kewenangan faskes," lanjut Rizky.

Saat ini, sistem kapitasi telah dikembangkan menjadi Kapitasi Berbasis Kinerja (KBK). Dalam skema ini, fasilitas kesehatan yang menunjukkan kinerja baik akan mendapatkan insentif tambahan.

Adapun penilaian kinerja dilakukan berdasarkan sejumlah indikator, seperti keaktifan FKTP menjalin kontak dengan peserta, baik saat sehat maupun sakit. Kemudian, efektivitas dalam mengendalikan tingkat rujukan yang dapat ditangani di FKTP, serta keberhasilan mengelola pasien diabetes melitus dan hipertensi agar tetap terkendali.

FKTP yang mencapai indikator kinerja di atas disebut Rizzky dapat memperoleh insentif hingga 110 persen dari tarif kapitasi standar. Tujuannya, untuk mendorong FKTP menjalankan peran secara optimal sebagai penjaga gerbang layanan kesehatan, bukan sekadar tempat berobat saat sakit.

"Makin banyak peserta yang sehat, FKTP makin untung. Harapan kami, itu bisa memacu semangat FKTP untuk menggalakkan upaya promotif preventif," kata Rizzky.

Berbeda dengan kapitasi, sistem INA-CBG digunakan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) seperti rumah sakit (RS). Besaran tarifnya diatur oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan paket tarif yang telah disesuaikan dengan diagnosis medis dan tindakan yang dilakukan.

Rizzky menjelaskan, dalam sistem ini BPJS Kesehatan berperan sebagai pihak yang melakukan verifikasi klaim sebelum dibayarkan kepada RS.

"Kalau INA-CBG adalah pembayaran berdasarkan layanan yang benar-benar diberikan oleh rumah sakit kepada peserta JKN. Skema ini diterapkan sesuai dengan karakteristik pelayanan di rumah sakit yang menangani kasus medis spesialistik, atau membutuhkan penanganan lebih lanjut," ujarnya.

Menurut Rizzky, jika semua penyakit ditangani di RS, akan membuat biaya jadi membengkak, bahkan dapat menyebabkan penumpukan pasien dan penurunan kualitas pelayanan kesehatan.

Untuk itu, FKTP ditempatkan sebagai garda terdepan untuk penanganan awal, sementara RS difokuskan terhadap sakit-penyakit yang memang memerlukan penanganan lanjutan sesuai dengan indikasi medis.

Ditegaskan, rujukan hanya dilakukan bila FKTP tidak mampu menangani kondisi pasien berdasarkan kebutuhan medis, bukan keinginan pribadi atau pertimbangan biaya. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan harus terlebih dahulu melalui FKTP sebelum dirujuk ke RS tingkat lanjutan.

"Rumah sakit pun terbagi menjadi beberapa kelas, yaitu rumah sakit kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D. Klasifikasi rumah sakit umum dibagi menjadi berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanannya, sebagaimana yang diatur dalam regulasi yang ditetapkan pemerintah. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah membangun sistem pelayanan kesehatan sedemikian rupa, supaya pelayanan kesehatan bisa berjalan dengan optimal," pungkas Rizzky.

(rea/rir)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER