Harga minyak dunia nyaris tak bergerak pada Selasa (5/8) setelah mencatat penurunan selama tiga hari berturut-turut.
Kekhawatiran pasar terkait kelebihan pasokan terus membayangi setelah OPEC+ menyepakati peningkatan produksi besar lainnya pada September.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent tercatat stabil di level US$68,76 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat berada di posisi US$66,27 per barel, turun tipis sebesar 2 sen atau 0,03 persen .
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua kontrak tersebut sempat turun lebih dari 1 persen pada sesi sebelumnya dan ditutup di level terendah dalam satu pekan.
Lihat Juga : |
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya atau yang dikenal sebagai OPEC+, telah memangkas produksi selama beberapa tahun untuk menjaga stabilitas pasar. Namun, sejak awal tahun ini, kelompok tersebut mulai meningkatkan produksi secara agresif untuk merebut kembali pangsa pasar.
Dalam keputusan terbarunya pada Minggu (3/8), OPEC+ sepakat menambah produksi sebesar 547 ribu barel per hari mulai September.
Keputusan ini menandai pembalikan penuh dan lebih awal dari pengurangan produksi terbesar kelompok tersebut, yang sebelumnya mencapai 2,5 juta barel per hari atau sekitar 2,4 persen dari permintaan global.
Meski demikian, para analis memperkirakan volume yang benar-benar kembali ke pasar akan lebih kecil dari angka tersebut.
Di sisi lain, potensi gangguan pasokan dari Rusia juga memengaruhi pasar. Amerika Serikat semakin mendesak India untuk menghentikan pembelian minyak Moskow sebagai bagian dari upaya menekan agar mencapai kesepakatan damai dengan Ukraina.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif sekunder 100 persen terhadap negara-negara pembeli minyak Rusia. Sebelumnya, pada Juli, AS telah mengenakan tarif 25 persen untuk impor minyak India.
India merupakan pembeli terbesar minyak mentah Rusia via laut, dengan volume mencapai sekitar 1,75 juta barel per hari selama Januari hingga Juni 2025, naik 1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
"India telah menjadi pembeli utama minyak Rusia sejak invasi ke Ukraina pada 2022. Gangguan terhadap pembelian ini akan memaksa Rusia mencari pembeli baru dari kelompok sekutu yang semakin kecil," tulis Daniel Hynes, analis senior komoditas di ANZ, dalam catatannya.
Pelaku pasar juga menantikan perkembangan terbaru terkait kebijakan tarif AS terhadap mitra dagangnya, yang dikhawatirkan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan bahan bakar.
(ldy/sfr)