Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa ogah menambah pajak, termasuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) demi mengejar target pendapatan negara.
"Belum, belum saya pikirkan (pembentukan BPN), saya belum tahu. Pada dasarnya, belum disentuh (rencana pembentukan BPN)," tegas Purbaya usai Rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Kantor DJP, Jakarta Selatan, Selasa (16/9).
"Kalau pajak, bea cukai, segala macam kita akan coba sisir. Ada masalah apa di sana kita akan perbaiki," sambung sang Bendahara Negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan sebenarnya masalah penerimaan pajak akan teratasi, andai ekonomi Indonesia tumbuh lebih cepat. Tingginya pertumbuhan ekonomi, menurut Purbaya, bakal mendatangkan pajak yang lebih banyak.
Anak buah Presiden Prabowo Subianto itu bahkan percaya diri bakal ada penerimaan pajak Rp100 triliun yang dikantongi pemerintah dari setiap pertumbuhan ekonomi 0,5 persen.
"Kalau kita anggap rasio pajak ke produk domestik bruto (PDB)-nya konstan, setiap kenaikan 0,5 persen dari pertumbuhan ekonomi, saya akan dapat pajak tambahan sekitar berapa ya? Kalau saya enggak salah hitung, Rp100 triliun lebih (penerimaan pajak)," tuturnya.
"Jadi, saya taruh bibit uang (Rp200 triliun) di bank dengan harapan ekonomi jalan, supaya pada akhirnya pendapatan pajak saya naik. Bukan dengan intensifikasi, ekstensifikasi, tapi karena ekonomi yang tumbuh lebih cepat," tegas Purbaya soal kepastian tak ada pajak baru.
Menkeu Purbaya memang langsung membuat gebrakan sejak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9). Ia mengambil separuh saldo anggaran lebih (SAL) senilai Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI), kemudian memindahkannya ke lima bank pada Jumat (12/9).
Anak buah Prabowo itu mengklaim tambahan likuiditas di perbankan bakal membalikkan arah perekonomian yang lesu. Purbaya beranggapan permasalahan ekonomi Indonesia belakangan ini muncul imbas keringnya M0 atau uang beredar di masyarakat.
5 bank tempat pemerintah menyimpan Rp200 triliun:
1. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk: Rp55 triliun
2. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk: Rp55 triliun
3. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk: Rp55 triliun
4. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk: Rp25 triliun
5. PT Bank Syariah Indonesia Tbk: Rp10 triliun