Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana blak-blakan mengenai penyebab keracunan makanan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dialami sejumlah siswa di berbagai daerah, termasuk Baubau, Sulawesi Tenggara.
Ia menyebut faktor utama yang memicu insiden ini berbeda-beda, mulai dari keterbatasan kemampuan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru hingga perubahan pemasok bahan baku yang sudah berjalan oleh penyedia.
"Satu penyebabnya disebabkan oleh baru beroperasinya SPPG seperti yang di Bengkulu, makanya kami kemudian sarankan untuk SPPG baru mulainya bertahap. Karena ibu-ibu yang biasa masak (buat) empat orang sampai 10 orang itu belum tentu bisa untuk masak langsung (untuk) 1.000 sampai 3.000 (orang)," ujar Dadan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Kamis (18/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, proses adaptasi dapur SPPG seharusnya dilakukan perlahan. Misalnya, jika ada 20 sekolah yang harus dilayani, pada hari pertama cukup dua sekolah, lalu secara bertahap ditambah hingga mencakup seluruh sekolah.
Ia menambahkan kasus berbeda terjadi di Baubau. Program MBG di daerah itu sebenarnya sudah berjalan delapan bulan tanpa kendala berarti. Namun, baru-baru ini terjadi masalah keracunan setelah adanya pergantian pemasok bahan baku.
"Yang kejadian di Maluku Barat Daya atau di Baubau itu sudah delapan bulan berjalan, jadi sebenarnya sudah biasa, tapi kemarin kejadian karena mendapat informasi baru ganti supplier. Jadi bahan baku yang biasa dipasok oleh supplier yang rutin, karena ingin meningkatkan kearifan lokal diganti oleh supplier lokal yang mungkin belum siap," jelasnya.
Meski diakui masih ada insiden di lapangan, Dadan menegaskan pemerintah masih menargetkan program MBG harus tetap berjalan dengan prinsip tanpa insiden keracunan alias zero incident.
"Ya tetap. Harus lah itu harus zero incident. Kita kan ingin membuat anak cerdas, sehat, kuat, ya harus makanannya dikonsumsi dengan baik dan tidak menimbulkan gangguan pencernaan," tegasnya.
Dadan menambahkan hingga saat ini BGN sudah menyalurkan sekitar 1 miliar porsi makanan melalui program MBG.
Dalam sepekan terakhir, sejumlah daerah memang dilaporkan mengalami kasus keracunan makanan yang diduga berasal dari menu MBG.
Di Baubau, Sulawesi Tenggara, sebanyak 37 siswa SMA Negeri 7 dan SD Hidayatullah sempat dilarikan ke rumah sakit dan puskesmas pada Selasa (16/9). Mereka mengalami gejala mual, muntah, pusing, hingga diare usai menyantap menu MBG. Beberapa siswa bahkan sempat menemukan ayam dalam menu yang berbau tidak sedap.
Kasus serupa terjadi di Lamongan, Jawa Timur, Rabu (17/9). Belasan siswa SMA Negeri 2 Lamongan harus mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Islam (RSI) Nasrul Ummah karena keracunan makanan MBG. Dari 13 siswa yang dirawat, empat di antaranya telah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik.
Keracunan juga menimpa ratusan siswa di Empang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan data, sedikitnya 127 siswa dari berbagai sekolah, mulai dari MTsN 2, MIN 3, MAN 3, hingga SMPN 3 Empang, mengalami gejala mual, muntah, dan diare setelah menyantap menu MBG. Fasilitas kesehatan setempat sampai harus memanfaatkan teras dan musala untuk menampung pasien.
Di Gunungkidul, Yogyakarta, 19 siswa dari tiga sekolah di wilayah Semin jatuh sakit usai mengonsumsi menu MBG pada Senin (15/9). Mereka mengalami gejala keracunan pangan dan kini masih dalam pemantauan medis.
Sementara di Garut, Jawa Barat, 194 siswa di Kecamatan Kadungora juga diduga keracunan setelah menyantap menu MBG pada Rabu (17/9) malam. Sebagian besar hanya mengalami gejala ringan, namun 19 siswa harus menjalani perawatan intensif di Puskesmas Kadungora.
(del/pta)