Sekjen HIPMI: BBM Skema B2B Impor, Solusi Stabilkan Pasar

Kementerian ESDM | CNN Indonesia
Jumat, 26 Sep 2025 10:10 WIB
Pemerintah terapkan skema B2B impor BBM untuk atasi kelangkaan, Anggawira menilai kebijakan ini mendesak dan membuka peluang kolaborasi dengan swasta.
Foto: Arsip Kementerian ESDM
Jakarta, CNN Indonesia --

Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta dalam beberapa pekan terakhir mendorong pemerintah mengambil langkah cepat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Pertamina Patra Niaga resmi menerapkan mekanisme impor BBM skema business to business (B2B) untuk memastikan pasokan nasional tetap aman.

Sekretaris Jenderal BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sekaligus Ketua Umum ASPEBINDO, Anggawira menilai, kebijakan ini tepat dan mendesak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal itu mengingat konsumsi BBM nasional pada 2024 mencapai 1,3 juta barel per hari, dengan bensin menyumbang 870 ribu barel per hari. Di sisi lain, produksi domestik hanya menutup 30-35% kebutuhan, sedangkan sisanya impor. Tanpa langkah darurat, stok jelas akan kritis," kata Anggawira dikutip Kamis (25/9).

Anggawira menepis kekhawatiran bahwa kebijakan B2B impor akan menimbulkan monopoli pasokan. Menurutnya, Pertamina justru membuka ruang kerja sama dengan badan usaha swasta seperti Shell, BP, Vivo, Exxon, dan AKR.

"Faktanya, mekanisme ini memberi peluang kolaborasi. Pertamina sudah dua kali bertemu dengan badan usaha swasta, menyepakati mekanisme harga open book serta pengawasan kualitas oleh surveyor independen," katanya.

Ia menambahkan, Pertamina bahkan mengadakan pertemuan one-on-one dengan setiap badan usaha untuk menyesuaikan kebutuhan kuota tambahan, sehingga alokasi tidak dipukul rata.

"Dengan demikian, konsumen tetap memiliki pilihan merek BBM dan keadilan pasar tetap terjaga," jelasnya.

Meski efektif sebagai langkah darurat, Anggawira menekankan pentingnya kebijakan lanjutan agar solusi ini berkelanjutan. Ia mengusulkan beberapa langkah utama.

Antara lain, kuota berbasis data yang mempertimbangkan volume historis dan kapasitas tangki; audit independen oleh BPH Migas yang dipublikasikan secara rutin; skema multi-vendor impor agar badan usaha dapat memilih pemasok global dengan Pertamina sebagai agregator.

Kemudian insentif diversifikasi energi seperti biofuel dan infrastruktur pengisian kendaraan listrik; serta perluasan sistem digitalisasi distribusi untuk memantau mutu, harga, dan volume BBM secara real time di seluruh SPBU.

"Saya berpandangan bahwa kebijakan skema B2B impor harus dilihat sebagai jembatan sementara, bukan solusi permanen," ungkapnya.

Terkait pengurangan ketergantungan impor, Anggawira mengingatkan bahwa prosesnya tidak bisa instan. "Tanpa kilang baru, impor bensin akan bertahan di kisaran 350-450 ribu barel per hari hingga 2030," ujarnya.

Namun, ia melihat peluang besar melalui proyek RDMP Balikpapan yang menambah kapasitas kilang menjadi 360 ribu barel per hari dengan unit RFCC 90 ribu barel per hari, yang ditargetkan beroperasi penuh akhir 2025.

"Proyek ini dapat menekan impor bensin hingga 20 persen," tambahnya.

Selain pembangunan kilang, Anggawira menilai substitusi energi sangat krusial. Pemanfaatan biofuel E20-E30 dan B35-B40 diperkirakan mampu mengurangi impor 5-7 juta kiloliter per tahun.

Sementara itu, percepatan elektrifikasi transportasi berpotensi menekan permintaan bensin hingga 10-15 ribu barel per hari.

"Di sisi hulu, pemerintah juga perlu mengejar target produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 BSCFD gas pada 2030 melalui insentif eksplorasi, enhanced oil recovery, dan perbaikan iklim investasi," ujarnya

(inh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER