Proses Sita Tanah Nganggur oleh Negara Dipersingkat Jadi 90 Hari
Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid melakukan percepatan penyitaan tanah telantar.
Nusron menyampaikan hal ini dalam audiensi bersama pimpinan DPR RI. Prabowo ingin proses yang selama ini berjalan 587 hari itu dipercepat.
"Karena prosesnya untuk menentukan tanah telantar itu lama, berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2021 butuh waktu 587 hari. Atas perintah Bapak Presiden Prabowo, demi untuk rakyat, kami diperintah revisi. Prosesnya kami persingkat, hanya 90 hari," kata Nusron di Kompleks DPR, Jakarta Pusat, Rabu (24/9).
Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 disebut sudah rampung tahap harmonisasi. Nusron menyebut aturan baru dengan tenggat 90 hari itu kini tinggal menunggu tanda tangan Prabowo.
Ia menjelaskan tanah telantar tetap menjadi objek reforma agraria. Kategorinya meliputi lahan berstatus hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hingga hak konsesi yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun.
"Dua tahun, mangga, tidak diapa-apakan, tidak dimanfaatkan. Negara berhak untuk mengevaluasi, kemudian mencatatkan tanah telantar, bisa diserahkan kepada Bank Tanah. Kemudian, diredistribusikan kepada rakyat," ujarnya.
Sebelumnya, aturan lama memberi waktu panjang bagi pemerintah untuk menetapkan status tanah telantar. Proses 587 hari itu diawali dengan pemberitahuan kepada pemilik lahan. Jika tidak ada respons, pemerintah akan mengirimkan surat peringatan bertahap, mulai dari peringatan pertama hingga ketiga.
Namun, Nusron mengaku kerap menghadapi protes dari pemilik tanah ketika lahannya dinyatakan telantar. Ia menegaskan sejatinya tanah tidak pernah benar-benar dimiliki individu, melainkan negara yang memberikan hak penguasaan melalui sertifikat.
"Kalau sampai segini, sudah dikasih surat cinta apa, memang dia kemudian protes. Berarti memang yang bersangkutan itu enggak punya niat untuk mendayagunakan dan memanfaatkan tanah," ucapnya usai menghadiri Talkshow ILASPP di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, awal Agustus lalu.
Menurutnya, penolakan pemilik tanah seringkali dikaitkan dengan warisan leluhur.
"Ya, protes ya tiap hari protes. Namanya orang, di mana haknya dinyatakan telantar, merasa dia punya kan... 'Oh ini tanahnya embah-embah saya, leluhur'. Saya mau tanya, emang embah-embah dulu bisa membuat tanah? Enggak bisa membuat tanah, manusia itu enggak bisa membuat tanah!" tegas Nusron.
(del/dhf)