Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tengah menyiapkan aturan baru yang akan memberikan perlindungan dan meningkatkan daya saing bagi usaha 'wong cilik' di sektor digital, termasuk pengemudi ojek online (ojol) dan pedagang e-commerce.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyebut aturan ini akan menjadi bagian dari kebijakan besar pemerintah dalam memperkuat ekosistem usaha digital di Indonesia.
"Sekarang ini kita lagi bikin poin-poin aturan tentang perlindungan dan peningkatan daya saing UMKM berbasis digital. Ini sudah kita bicarakan dengan Kementerian Perekonomian, dan mereka juga sedang menindaklanjuti," ujar Maman dalam konferensi pers di Kementerian UMKM, Jakarta Selatan, Rabu (22/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maman menjelaskan konsep besar kebijakan itu bertujuan menciptakan keadilan antara pelaku usaha kecil, pemilik platform digital, dan mitra transportasi daring seperti ojol.
Pemerintah ingin memastikan jutaan pelaku usaha di sektor digital mendapat perlindungan hukum yang jelas sekaligus peluang pemberdayaan ekonomi yang lebih luas.
Menurut data yang ia paparkan, ekosistem pasar digital Indonesia kini telah melibatkan jutaan pelaku usaha dari berbagai sektor.
Dari sisi transportasi daring, Grab Indonesia memiliki sekitar 1 juta mitra aktif dari 3,7 juta terdaftar, Gojek 500 ribu aktif dari 3,1 juta, inDrive 250 ribu aktif dari 850 ribu, dan Maxim 800 ribu aktif dari 2 juta terdaftar.
Sementara di sektor e-commerce, jumlah merchant aktif mencapai 5 juta di Shopee, 922 ribu di Lazada, 180 ribu di Blibli, 7 juta di TikTok Shop, dan 14 juta di Tokopedia.
"Pertanyaannya, bagaimana aturan mekanisme perangkat undang-undang yang melindungi aktivitas mereka? Melindungi keberpihakan kepada merchant-merchant atau UMKM yang bergerak di platform e-commerce ataupun di pasar digital ini?" ujarnya.
Untuk menjawab tantangan itu, Maman mengatakan pemerintah sedang menyiapkan mekanisme perlindungan dan pemberdayaan UMKM digital yang lebih konkret.
Kebijakan ini nantinya memuat prinsip keadilan antara pelaku usaha digital, aplikator, dan mitra di lapangan.
"Kita lagi mau melakukan terobosan untuk membuat aturan mekanisme yang bisa melindungi mereka. Prinsip dasarnya adalah keadilan yang fair antara UMKM, pemilik aplikasi, dengan ojol di sana," jelasnya.
Selain perlindungan hukum, aturan baru ini juga akan membuka akses pembiayaan bagi pelaku UMKM digital lewat skema Innovative Credit Scoring (ICS), sistem penilaian kredit tanpa agunan yang dikembangkan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Melalui sistem ini, kelayakan kredit akan dinilai dari perilaku finansial dan aktivitas ekonomi pelaku usaha.
"Misalnya ada UMKM A yang disiplin membayar rekening bank, listrik, air, atau cicilan. Secara behavior orang ini bagus. Melalui sistem ICS, mereka bisa mengakses pembiayaan tanpa agunan. Ini juga tidak menutup kemungkinan teman-teman ojol bisa menggunakan kebijakan ini," jelas Maman.
Kementerian UMKM juga mengusulkan agar driver ojol masuk dalam kategori UMKM.
Dengan begitu, mereka berhak atas fasilitas dan insentif pajak yang sama seperti pelaku UMKM lainnya.
"Kalau dia di-treatment dan dimasukkan dalam kriteria UMK, usaha mikro, mereka sama sekali tidak dibebankan pajak. Ya 0 persen lah," ujar Maman.
Rancangan aturan ini masih dalam tahap pembahasan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Sekretariat Negara.
Pemerintah sedang mempertimbangkan bentuk hukumnya, apakah akan dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (perpres).
(del/sfr)