Prabowo Izinkan Pemda, BUMN dan BUMD Utang ke Pemerintah Pusat

CNN Indonesia
Senin, 27 Okt 2025 17:00 WIB
Presiden Prabowo resmi mengizinkan pemda, BUMN dan BUMD untuk berutang ke pemerintah pusat dengan sejumlah syarat berdasarkan PP 38/2025. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Prabowo Subianto resmi mengizinkan pemerintah daerah (pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk berutang ke pemerintah pusat.

Ketentuan itu dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat, yang diteken Prabowo pada 10 September 2025. PP ini menjadi dasar hukum baru bagi pemerintah pusat untuk bertindak sebagai kreditur, bukan sekadar penyalur dana transfer.

Dalam Pasal 2 PP tersebut, pemerintah pusat dinyatakan berwenang memberikan pinjaman kepada pemda, BUMN, dan BUMD. Namun, ketentuan ini tidak berlaku untuk pinjaman luar negeri, hibah, atau pembiayaan proyek yang dilakukan melalui penerbitan surat berharga negara dan surat berharga syariah negara.

Pemberian pinjaman dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi, manfaat, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas, serta kehati-hatian, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3.

Prinsip tersebut dirancang agar mekanisme pinjaman dilakukan secara terbuka, bermanfaat bagi perekonomian nasional, dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Pemberian pinjaman oleh Pemerintah Pusat dilaksanakan dengan tujuan untuk mendukung kegiatan penyediaan infrastruktur, pelayanan umum, pemberdayaan industri dalam negeri, pembiayaan sektor ekonomi produktif, serta pembangunan atau program lain sesuai kebijakan strategis Pemerintah Pusat," bunyi Pasal 4 aturan tersebut.

Berdasarkan Pasal 7, pemberian utang dilakukan untuk dan atas nama pemerintah pusat serta dikelola oleh Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Setiap penyaluran pinjaman harus memperoleh persetujuan DPR RI, karena merupakan bagian dari persetujuan terhadap APBN atau APBN Perubahan.

Adapun Pasal 8 menegaskan sumber dana pinjaman berasal sepenuhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dalam Pasal 12, pemerintah daerah yang ingin mengajukan pinjaman wajib memenuhi sejumlah kriteria. Jumlah total utang daerah, termasuk pembiayaan baru, tidak boleh melebihi 75 persen dari pendapatan APBD tahun sebelumnya yang tidak ditentukan penggunaannya.

Daerah juga harus memiliki rasio kemampuan keuangan untuk mengembalikan utang sedikitnya 2,5 kali, tidak memiliki tunggakan pinjaman kepada pemerintah pusat atau kreditur lain, dan kegiatan yang dibiayai harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah serta APBD. Pengajuan pinjaman pun harus mendapat persetujuan DPRD.

Sementara itu, utang bagi BUMN dan BUMD juga diatur dalam pasal yang sama. Keduanya hanya dapat mengajukan utang jika tidak memiliki tunggakan dari pinjaman sebelumnya, dan wajib memperoleh persetujuan dari menteri atau kepala daerah yang mewakili pemilik modal.

Pasal 13 PP tersebut menjelaskan pengajuan pinjaman dilakukan dengan melampirkan dokumen seperti studi kelayakan, laporan keuangan tiga tahun terakhir yang telah diaudit, serta surat pernyataan kesediaan pemotongan dana transfer bila terjadi tunggakan.

Setelah dokumen dinyatakan lengkap, Menteri Keuangan akan melakukan penilaian kelayakan kredit sebagaimana diatur dalam Pasal 15, yang mencakup kapasitas fiskal, kemampuan membayar kembali, kesesuaian dengan kebijakan pinjaman, dan risiko keuangan.

Apabila dinilai layak, pinjaman dapat disetujui seluruhnya atau sebagian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17.

Penyaluran pinjaman harus dituangkan dalam perjanjian resmi yang diatur di Pasal 20, mencakup identitas para pihak, jumlah pinjaman, tujuan penggunaan dana, jangka waktu, hak dan kewajiban, serta sanksi apabila terjadi pelanggaran.

Menurut Pasal 24, penerima pinjaman wajib melakukan pembayaran kewajiban berupa cicilan pokok, bunga atau marjin, dan biaya lain sesuai perjanjian. Jika terjadi keterlambatan, akan dikenakan denda dan sanksi tambahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25 menyebutkan seluruh pembayaran dilakukan melalui rekening kas umum negara. Pembayaran pokok dicatat sebagai penerimaan pembiayaan, sedangkan bunga dan denda masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak. Lalu, Pasal 26 mengatur seluruh transaksi pinjaman harus menggunakan mata uang rupiah.

Untuk memastikan penggunaan dana tepat sasaran, Pasal 29 hingga Pasal 31 mengatur kewajiban penerima pinjaman untuk menyampaikan laporan berkala kepada Menteri Keuangan mengenai perkembangan pelaksanaan kegiatan dan realisasi dana. Menteri berhak melakukan pemantauan, evaluasi, hingga penyelesaian masalah apabila ditemukan penyimpangan.

"Menteri dapat melakukan tindakan penyelesaian permasalahan pemberian pinjaman, termasuk pembatalan sebagian atau seluruh pinjaman," bunyi Pasal 31.

Kebijakan pemberian pinjaman akan disusun setiap lima tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 9, dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Dalam Pasal 10, disebutkan bahwa Menteri Keuangan wajib berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian Sekretariat Negara, dan Bappenas, agar arah pemberian pinjaman tetap selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.

Dalam penjelasan umumnya, PP 38/2025 menegaskan pemberian pinjaman oleh pemerintah pusat diharapkan mampu mempercepat pembangunan nasional dan daerah melalui pembiayaan yang relatif murah dan terintegrasi.

Skema ini juga dapat digunakan dalam kondisi darurat, seperti saat bencana alam atau non-alam, untuk membantu daerah memulihkan pelayanan publik, terutama di sektor kesehatan dan pendidikan.

(del/pta)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK