Direktur Utama PT Pertamina Simon Aloysius Mantiri membuka peluang menggarap Blok Tuna di Laut Natuna Utara bersama perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Rusia, Zarubezhneft.
"Kalau ada peluang untuk kami bisa meningkatkan lifting, tentu akan kami dorong dan kami ingin ambil bagian," kata Simon ketika ditemui setelah pelantikan anggota komite BPH Migas di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (10/11), dikutip dari Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simon mengatakan ketertarikan tersebut selaras dengan tugas Pertamina untuk turut meningkatkan produksi dan lifting minyak nasional.
Menurut Simon, apabila ada kesempatan bagi Pertamina untuk menggarap Blok Tuna, pihaknya mengikuti prosedur yang diberikan.
"Tinggal nanti kami mengikuti prosedurnya saja, dari aturan, compliance, dan lain-lain," ujarnya.
Blok Tuna mulanya dioperatori oleh perusahaan asal Inggris, yakni Harbour Energy Group lewat Premier Oil Tuna B.V. Penggarapan tersebut bermitra dengan ZN Asia Ltd (ZAL), anak usaha Zarubezhneft.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Rikky Rahmat Firdaus mengatakan kerja sama itu kandas setelah ada sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia.
"KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) Harbour, (operator) yang sebelumnya, tidak bisa lanjut kalau ada sanksi dari AS di mitra sebelahnya. Harbour selaku operator bersedia untuk menyerahkan data-datanya kepada operator selanjutnya," kata Rikky beberapa waktu lalu.
SKK Migas dan Zarubezhneft mencari partner yang tepat sekaligus bisa menjadi operator untuk pengelolaan Blok Tuna. Blok Tuna ditargetkan on stream sekitar 2028-2029.
"Dalam posisi saat ini bagaimana proses divestasinya segera selesai di bulan ini. ZAL belum punya pengalaman yang terlihat gitu ya bahwa dia melaksanakan running kegiatan operasional di lapangan sebelumnya," ujarnya.
Foto: Arsip BakamlaKapal Bakamla, KN Pulau Marore berlayar di sekitar rig Blok Tuna, Laut Natuna Utara, untuk membayangi kapal Coast Guard China yang berlayar di sekitar lokasi pengeboran sumur eksplorasi migas tersebut. |
Aktivitas eksplorasi di Blok Tuna yang sudah berjalan sejak beberapa tahun lalu diprotes China. Kapal pengawas pantai China kerap berlayar dekat anjungan minyak submersible di Blok Tuna.
Ketika itu, China mendesak Indonesia menghentikan pengeboran, dengan mengatakan aktivitas tersebut terjadi di wilayahnya.
Namun, Indonesia menyatakan ujung selatan Laut China Selatan itu adalah zona ekonomi eksklusifnya sesuai UNCLOS.
Pemerintah lalu menamai wilayah itu Laut Natuna Utara pada 2017. China menolaknya.
Mereka mengatakan wilayah tersebut bagian dari klaim teritorial di Laut China Selatan yang ditandai dengan nine dash line atau sembilan garis putus-putus.
(antara/fra)