Ekspor Nonmigas Jadi Tulang Punggung Perdagangan RI, Ini Alasannya
Ekspor nonmigas masih menjadi tulang punggung kinerja neraca perdagangan Indonesia. Kontribusi sektor ini mencapai lebih dari 90 persen dari keseluruhan nilai ekspor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor RI sepanjang Januari-September 2025 mencapai US$209,8 miliar.
Dari total tersebut, ekspor nonmigas mendominasi dengan kontribusi US$199,77 miliar. Angka ini naik dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar US$182,33 miliar.
Sementara, ekspor migas hanya US$10,03 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini mengatakan komoditas unggulan ekspor nonmigas RI adalah besi dan baja, batu bara, serta CPO dan turunannya.
"Total ketiganya memberikan share sekitar 28,5 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada Januari-September 2025," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (3/11).
BPS mencatat nilai ekspor besi dan baja sebesar US$21,01 miliar, ekspor batu bara senilai US$17,93 milar, dan ekspor CPO dan turunannya senilai US$18,14 miliar.
Sementara itu, negara utama ekspor nonmigas adalah China dengan nilai US$46,47 miliar. Kemudian Amerika Serikat (US$23,03 miliar) dan India (US$14,02 miliar).
Lantas apa yang membuat ekspor non migas jadi andalan RI?
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan ekspor Indonesia sudah sejak lama memang lebih ditopang oleh sektor nonmigas.
Hal ini lantaran sektor migas produksinya terus menurun, sementara kebutuhan dalam negeri meningkat, sehingga porsi yang bisa diekspor juga makin kecil.
"Sebaliknya, sektor nonmigas, baik komoditas primer seperti kelapa sawit, batu bara, nikel, maupun produk manufaktur seperti besi baja, otomotif, dan elektronik, justru berkembang pesat," katanya pada CNNIndonesia.com, Rabu (12/11).
Ekspor nonmigas, sambungnya, memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional. Pertama, menjadi kontributor utama terhadap surplus neraca perdagangan dan sumber utama devisa negara.
Kedua, mendorong aktivitas industri pengolahan yang berorientasi ekspor, sehingga memperluas lapangan kerja dan memperkuat rantai pasok domestik.
"Ketiga, kinerja ekspor nonmigas yang kuat juga membantu menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah pelemahan permintaan global dan fluktuasi harga komoditas," katanya.
Senada, Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengatakan peran ekspor nonmigas sangat besar karena struktur ekspor Indonesia didominasi produk manufaktur dan agroindustri yang menyebar ke banyak pasar, berjejaring di rantai pasok global, serta memiliki efek pengganda di dalam negeri.
Ekspor nonmigas, sambungnya, menghasilkan devisa yang stabil, lebih tahan terhadap fluktuasi harga energi, dan mendorong adopsi standar mutu internasional yang mengangkat produktivitas.
"Implikasinya bagi perekonomian nasional sangat strategis. Surplus nonmigas memperkuat neraca perdagangan, menambah bantalan devisa, dan membantu menstabilkan nilai tukar saat sentimen global bergejolak," katanya.
Syafrudin mengatakan arus devisa dari ekspor menopang impor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan industri, sehingga siklus ekspor-investasi-produktivitas berputar lebih cepat. Basis penerimaan pajak juga melebar karena lebih banyak pelaku usaha yang naik kela.
"Ketika kinerja ekspor nonmigas menguat, perekonomian memperoleh dorongan ganda: pertumbuhan yang lebih inklusif dan ketahanan eksternal yang lebih kokoh," katanya.
(fby/sfr)