PLN Perkuat Komitmen Transisi Energi Berkeadilan di COP30 Brazil
PT PLN (Persero) menegaskan komitmennya dalam mempercepat transisi energi berkeadilan melalui aksi nyata dan kolaborasi global. Hal ini disampaikan dalam sesi CEO Talk bertajuk "Corporate Climate Leadership for Indonesia's Net Zero Action through High Integrity Carbon" pada gelaran Conference of the Parties ke-30 (COP30) di Belem, Brazil, Senin (10/11).
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi menjelaskan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 jauh lebih hijau dibandingkan dengan sebelumnya.
"Jika dalam RUPTL sebelumnya kami hanya akan membangun sekitar 21 gigawatt (GW) energi terbarukan, kini kapasitas tersebut meningkat menjadi sekitar 52,9 gigawatt (termasuk storage) selama periode 2025-2034," ujar Haryadi.
Selain memperluas pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), PLN juga mengurangi emisi dari pembangkit eksisting melalui partisipasi aktif dalam perdagangan emisi. Langkah ini menjadi strategi penting dalam mendorong dekarbonisasi sektor kelistrikan secara bertahap dan berkelanjutan.
Haryadi mengatakan, tidak hanya melalui perdagangan emisi di pembangkit eksisting, PLN juga mengembangkan berbagai mekanisme pembiayaan karbon sebagai sumber pendanaan inovatif untuk mempercepat transisi energi.
"Langkah ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi hijau sekaligus mewujudkan sistem kelistrikan yang rendah emisi," terang Haryadi.
Upaya ini berjalan seiring dengan pengembangan Smart Grid yang memungkinkan integrasi lebih luas energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan nasional secara efisien dan andal.
Haryadi menjelaskan Smart Grid menjadi elemen penting untuk memungkinkan integrasi variable renewable energy (VRE) secara lebih luas dalam sistem ketenagalistrikan nasional.
Strategi transisi energi nasional tidak hanya berorientasi pada pembangunan kapasitas energi terbarukan, tetapi juga pada kesiapan sistem untuk menampung, menyalurkan, dan menyeimbangkan pasokan listrik hijau tersebut.
Pendekatan ini dikenal sebagai Complementing Renewable Expansion atau strategi yang memastikan pertumbuhan energi bersih berjalan seiring dengan pembangunan infrastruktur pendukung.
Dia menjelaskan, strategi Complementing Renewable Expansion kami rancang untuk memastikan ekspansi energi terbarukan berjalan seiring dengan penguatan sistem pendukungnya.
"Mencakup peningkatan kapasitas penyimpanan energi, pengembangan pembangkit fleksibel berbasis gas dan hidro, serta pembangunan jaringan transmisi hijau antar wilayah," tambah Haryadi.
Melalui strategi ini, PLN bakal memperkuat investasi pada sistem penyimpanan energi, pembangkit yang fleksibel, dan infrastruktur transmisi antar wilayah yang lebih andal.
Tujuannya adalah agar integrasi energi terbarukan dapat dilakukan secara optimal tanpa mengorbankan keandalan sistem dan keterjangkauan harga listrik bagi masyarakat. Pendekatan ini juga membuka ruang bagi peningkatan kapasitas energi hijau hingga lebih dari 75 persen dalam sepuluh tahun ke depan.
Haryadi juga menekankan bahwa potensi ekspansi energi terbarukan PLN berpotensi menghasilkan hingga 250 juta ton sertifikat pengurangan emisi.
Hal ini, menurutnya, bukan hanya sebatas pemenuhan regulasi, tetapi juga membuka peluang nyata untuk menciptakan nilai ekonomi hijau dan mempercepat transisi energi nasional.
Menurutnya, potensi green attribute tersebut bukan hanya menunjukkan kemampuan teknis PLN dalam mengembangkan energi bersih, tetapi juga menegaskan peran PLN sebagai penggerak ekonomi hijau nasional.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap ton emisi yang berhasil dikurangi dapat memberikan nilai tambah nyata bagi negara, investor, dan masyarakat," jelas Haryadi.
Selain itu, PLN berupaya melampaui target regulatif dengan menciptakan nilai tambah dari potensi dekarbonisasi yang ada. PLN juga menjalin kolaborasi lintas sektor dan pendanaan inovatif dalam mendukung implementasi dari strategi transisi energi.
"Dukungan dari lembaga pembiayaan internasional, transfer teknologi, dan mekanisme pasar karbon berintegritas tinggi menjadi kunci agar percepatan transisi energi tetap inklusif dan berkeadilan," pungkas Haryadi.
(ory/ory)