Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ditandai dengan capaian besar dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Salah satu tonggak utamanya adalah keberhasilan membentuk 80.081 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia, sebuah langkah konkret untuk mewujudkan Asta Cita, terutama poin keenam: membangun dari desa dan dari bawah demi pemerataan ekonomi serta pengentasan kemiskinan.
Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, menegaskan bahwa Kopdes Merah Putih bukan sekadar program ekonomi biasa, melainkan gerakan nasional untuk mengembalikan koperasi sebagai soko guru ekonomi rakyat.
"Koperasi Desa Merah Putih adalah gerakan negara, bukan hanya program pemerintah biasa. Ini adalah upaya menyelamatkan ekonomi rakyat dengan mengembalikan koperasi pada fungsi aslinya sebagai soko guru ekonomi rakyat," ujarnya dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) Ngobrolindonesia yang mengangkat tema 'Koperasi Merah Putih: Hidupkan Mesin Ekonomi Desa', Kamis (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diluncurkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025 di Klaten, Jawa Tengah, program Kopdes Merah Putih kini telah mencapai seluruh target tahun pertamanya. Sebanyak 80.081 koperasi telah memiliki legalitas penuh dan lebih dari 65 persen di antaranya telah memasuki fase operasional aktif di berbagai sektor, mulai dari distribusi kebutuhan pokok, pengelolaan hasil pertanian, hingga layanan kesehatan desa.
Sebagian besar koperasi telah membuka gerai desa dan gudang distribusi, berfungsi sebagai penyalur bahan kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, pupuk bersubsidi, serta LPG 3 kilogram. Selain itu, 20.000 koperasi kini juga berperan sebagai offtaker hasil produksi petani dan nelayan, memasarkan produk pertanian dan perikanan ke pasar regional dan nasional.
Ferry menjelaskan bahwa Kopdes Merah Putih ini menjadi salah satu upaya pemerintahan Presiden Prabowo dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Tak hanya itu, dia meyakini Kopdes Merah Putih yang telah beroperasi ini bisa menjadi pelopor yang mampu mengangkat derajat perekonomian desa.
"Negara yang merdeka adalah negara yang bisa memberi makan rakyatnya, bangsa yang merdeka adalah yang bisa menjamin kehidupan yang layak bagi seluruh rakyatnya," ujar Ferry.
Lebih lanjut Ferry menjelaskan bahwa setiap koperasi desa mendapatkan plafon modal sebesar Rp3 miliar. Dari jumlah tersebut, sebagian akan digunakan membangun gudang, gerai, dan sarana pendukung yang akan menjadi aset milik desa dan dikelola koperasi.
"Total modal yang dialokasikan mencapai Rp240 triliun. Ini bukan pengeluaran yang tidak menghasilkan, melainkan investasi yang akan menciptakan perputaran ekonomi di tingkat desa," jelas dia.
Ferry menerangkan, Kopdes Merah Putih dirancang dengan tiga fungsi utama. Pertama, menjadi penyalur barang kebutuhan pokok yang terjangkau seperti beras, minyak goreng, pupuk bersubsidi, dan elpiji 3 kilogram. Kedua, berperan sebagai pengumpul hasil produksi (offtaker) masyarakat desa untuk dipasarkan lebih luas.
Di samping itu, koperasi juga akan menjalankan fungsi kesehatan dengan menyediakan apotek dan klinik desa. Fungsi perkreditan juga menjadi bagian penting untuk memberikan akses modal kepada masyarakat desa.
"Koperasi ini bukan sekadar toko kelontong. Mereka akan dilengkapi teknologi untuk meningkatkan kualitas produk, seperti mesin pengering gabah untuk padi atau cold storage untuk sayuran dan buah-buahan," jelas Ferry.
Tak hanya itu, program ini juga diproyeksikan dapat menciptakan lapangan kerja yang signifikan. Hal ini karena setiap koperasi membutuhkan pengawas, pengurus, dan pengelola sekitar 10 hingga 20 orang. Dengan jumlah 80.081 koperasi, maka sekitar 1,6 juta orang akan terlibat dalam kegiatan produktif di pedesaan.
"Ini adalah strategi untuk menghentikan urbanisasi masif. Ketika desa memiliki lapangan kerja, masyarakat tidak perlu berbondong-bondong ke kota menjadi pekerja sektor informal," tegasnya.
Ekonomi Pancasila
Ferry menekankan selama 1 tahun menjalankan pemerintahan, Prabowo-Gibran berkomitmen untuk mengarahkan ekonomi Indonesia kembali ke prinsip Pancasila dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Langkah ini diwujudkan Prabowo melalui pendirian 80.081 Kopdes Merah Putih di seluruh Indonesia.
"Dengan kehadiran koperasi, yang menjadi pelaku utama adalah masyarakat, bukan modal. Ini berbeda dengan korporasi swasta yang pemegang saham yang mendapat keuntungan, sedangkan masyarakat hanya jadi pekerja," papar dia.
Untuk memastikan pengelolaan yang baik, pemerintah melibatkan berbagai pihak dalam pengawasan. Kementerian Koperasi (Kemenkop) telah menjalin kerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk menggunakan aplikasi Jaga Desa. Aplikasi ini akan ditambahkan fitur khusus untuk memonitor operasional koperasi desa.
Ferry juga menyebutkan bahwa Kemenkop telah menyiapkan modul pelatihan untuk pengurus dan pengelola koperasi. Tim bisnis asisten sebanyak 8.000 orang akan memastikan setiap koperasi memahami model bisnis yang diterapkan.
"Sistem informasi manajemen koperasi desa kami kembangkan untuk memberikan transparansi penuh. Pengawasan dilakukan dari dalam melalui struktur koperasi, dan dari luar melalui aplikasi dan aparat terkait," ucapnya.
Kedaulatan Pangan
Bukan hanya ketahanan pangan, Ferry menegaskan, Kopdes Merah Putih juga berperan dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan berarti ketersediaan pangan yang diproduksi oleh Indonesia sendiri.
"Koperasi akan menjadi pengumpul hasil pangan lokal. Gabah, beras, sayuran, buah, dan produk pertanian lainnya dapat dikumpulkan dan dipasarkan dengan lebih efisien. Ini akan memenuhi gudang Bulog dengan produk dalam negeri," katanya.
Peran koperasi juga akan membantu pencapaian target swasembada pangan berkelanjutan sebagai bagian dari Asta Cita kedua pemerintahan Prabowo, yakni memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Ferry mengakui bahwa implementasi program ini memerlukan waktu dan kesabaran. Sejumlah tantangan teknis seperti tingkat literasi digital masyarakat desa yang masih rendah perlu diatasi secara bertahap.
Namun, dia optimis bahwa dalam satu hingga dua tahun ke depan, manfaat dari program ini akan mulai terlihat nyata. Desa akan memiliki aset baru, masyarakat akan mendapat penghasilan tambahan, dan pertumbuhan ekonomi akan terdistribusi lebih merata.
"Ini adalah kesempatan sejarah untuk menyelesaikan masalah mendasar desa setelah 80 tahun merdeka. Pemerintah, desa, dan masyarakat harus bersama-sama menjadikan koperasi ini mandiri dan sejahtera," tutup Ferry.
(ory/ory)