BPJS Kesehatan Sempat Terancam Tekor Rp11 T, Selamat Berkat Purbaya
BPJS Kesehatan mengungkapkan aset neto mereka sempat terancam tekor Rp11 triliun pada akhir 2026.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan kondisi itu terjadi sebelum ada kepastian suntikan duit dari negara. Ia menyebut rencana kucuran Rp20 triliun dari pemerintah akhirnya membuat aset BPJS selamat.
"Sesuai dengan perhitungan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2026, dengan asumsi saat itu tidak ada tambahan dari pemerintah, pada akhir 2026 aset neto minus Rp11 triliun, tetapi masih bisa bayar. Artinya, cash tetap masih ada, cuma aset neto kita minus," ungkapnya dalam Rapat Panja Jaminan Kesehatan Nasional dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta Pusat, Rabu (26/11).
"Pemerintah pada kebijakan tahun ini ada kucuran dana Rp20 triliun dengan mekanisme nanti pemerintah yang akan mengambil suatu kebijakan. Kita 2026 masih ada positif jadi Rp11 triliun karena tambahan Rp20 triliun tadi," sambung Mahlil.
BPJS Kesehatan menegaskan dampak tersebut bakal terasa, apabila tidak ada kebijakan yang mempengaruhi biaya manfaat.
Nasib BPJS Kesehatan tahun depan lebih baik dibandingkan analisis awal pada 2024 lalu. Mahlil mengatakan saat itu bahkan pihaknya memprediksi akan terjadi gagal bayar pada 2026.
"Di 2024, ketika sinyal itu kami dapat bahwa di 2026 pertengahan kalau kita tidak melakukan apa-apa, di bulan sembilan (September) 2026 akan terjadi gagal bayar. Itu ketika (analisis) di awal 2024," ujar Mahlil.
"Oleh karena itu, kami di internal melakukan yang kita sebut dengan meningkatkan saringan untuk klaim. Maka terjadilah waktu itu sedikit kehebohan klaim telah dibayar, tapi pada saat itu kami melakukan pengendalian agar betul-betul pelayanan di fasilitas kesehatan yang memang layak diberikan ke masyarakat," sambungnya.
Mahlil mengatakan langkah BPJS itu bisa menekan pengeluaran biaya manfaat sepanjang 2024, dari Rp185 triliun menjadi hanya Rp175 triliun. BPJS Kesehatan juga menargetkan pengeluaran biaya manfaat di 2025 tidak lebih dari Rp200 triliun.
"Terkait hal-hal itu memang terkadang terasumsilah pengendalian ini seperti pembatasan kuota, tapi yang bersifat urgent, misalnya mengancam nyawa, tidak ada kita membatasi kuota tersebut. Jadi, dari sisi kesinambungan, sampai dengan 2026 itu masih mampu bayar dan tidak ada gagal bayar," tegasnya.
"Rumah sakit masih tetap bisa menerima (pasien BPJS) dan tidak ada sesuatu kita tidak membayar rumah sakit sampai dengan akhir 2026 dan bahkan masih positif aset neto kita sekitar Rp11 triliun. Semoga tidak ada kebijakan-kebijakan lain yang menyebabkan target ini menjadi negatif, misalnya kenaikan tarif atau pelayanan-pelayanan berbiaya mahal," harap Mahlil.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah sudah menganggarkan Rp20 triliun untuk BPJS Kesehatan. Penggunaan uang tersebut salah satunya untuk menghapus atau memutihkan tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Uang sebanyak itu dimasukkan dalam pos Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Kendati demikian, Purbaya tetap meminta BPJS Kesehatan untuk melakukan sejumlah perbaikan.
"Jadi, yang bocor-bocor dibetulin. Terus kalau mereka (BPJS Kesehatan) ada keborosan beli alat yang tidak perlu, saya bilang itu dibetulin," kata Menkeu Purbaya di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (22/10).
"Mereka punya IT yang besar rupanya, 200 pegawai IT di sana, saya minta dibuat lebih profesional lagi sehingga segala macam betul-betul terintegrasi. Perlu ada standar yang clear yang di-run oleh sistem IT yang berbasis AI sehingga kalau ada kecurangan, obatnya apa langsung terdeteksi semua," saran sang Bendahara Negara.
(skt/sfr)