Dalam upaya menyusun AI Enablement Playbook untuk Indonesia, DANA berkolaborasi dengan Tech in Asia dan didukung Alibaba Cloud menggelar forum diskusi bertajuk AI@Work Lab: Enable AI, Empower Work, yang membahas pemanfaatan teknologi AI secara bertanggung jawab guna memberikan dampak nyata, serta memperkuat daya saing Indonesia di ekonomi digital global.
CEO dan Co-Founder DANA Indonesia, Vince Iswara menyampaikan, saat ini AI telah menjadi bentuk global reset, di mana setiap negara dan organisasi memulai dari titik yang hampir sama.
"Pembeda utamanya bukan pada siapa yang memiliki sumber daya terbesar, tetapi siapa yang dapat menerapkan AI secara efektif dengan tata kelola yang kuat dan nilai-nilai kemanusiaan sebagai fondasinya. Di DANA, kami menegaskan bahwa AI hadir untuk memberdayakan manusia, bukan menggantikannya," kata Vince.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sesi panel AI@Work Lab, Vince menegaskan bahwa penerapan AI di DANA berangkat dari prinsip pemberdayaan, bukan menggantikan. DANA mengimplementasikan AI untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas karyawan di berbagai lini bisnis.
Ia menyatakan, AI seharusnya menjadi alat yang membantu karyawan mencapai potensi terbaik, bukan menggantikan peran manusia.
"Di DANA, kami melihat bagaimana penerapan AI mampu meningkatkan produktivitas tim pengembang hingga 1,3 kali lipat, dengan sekitar 30 persen kode baru yang kini dihasilkan melalui dukungan AI. Tujuannya bukan untuk mengotomatisasi sepenuhnya, tetapi untuk memperkuat kapasitas manusia agar dapat berinovasi lebih cepat dan efisien," paparnya.
Forum AI@Work Lab: Membangun Ekosistem
Pada kesempatan yang sama, forum AI@Work Lab juga menyoroti beragam tantangan mendasar, baik di sektor publik maupun swasta. Direktur Kebijakan dan Inovasi Komunikasi Digital (Komdigi), Sonny Hendra Sudaryana mengingatkan bahwa kesiapan regulasi dan infrastruktur merupakan fondasi utama agar transformasi digital dapat berjalan inklusif dan berkelanjutan.
Untuk itu, pemerintah kini tengah memperkuat konektivitas digital, serta mengembangkan kerangka 4C Framework (Connectivity, Compute, Content, dan Competence) untuk memastikan pemerataan akses dan peningkatan kompetensi talenta digital.
"Kita tidak bisa bicara ekonomi digital tanpa konektivitas yang kuat, stabil, dan terjangkau," ujarnya.
Isu berikutnya pada forum adalah tentang tata kelola yang kuat dalam memastikan penerapan AI yang aman dan inklusif. Sebagai perusahaan teknologi finansial yang berkomitmen terhadap kepatuhan dan keamanan data, DANA menjadikan tata kelola data dan kepatuhan sebagai pilar utama dalam kerangka adopsi AI.
Dalam implementasinya, DANA menerapkan model tata kelola berlapis yang membedakan penggunaan AI di tingkat perusahaan dan individu, serta melibatkan tim keamanan informasi, manajemen risiko, dan kebijakan publik untuk memastikan kepatuhan terhadap UU PDP.
Vince Iswara menjelaskan, tata kelola AI di DANA adalah soal pemahaman yang diawali dari edukasi. Setiap karyawan dipastikan memahami tujuan dan cara menggunakan AI yang bertanggung jawab sebelum Standard Operating Procedure (SOP) ditetapkan.
"Inilah mengapa DANA lebih memilih pendekatan knowledge center alih-alih semata mengandalkan center of excellence, agar pembelajaran dan inovasi AI dapat berjalan secara desentralisasi di seluruh lini organisasi, bukan terpusat di satu fungsi tertentu," kata Vince.
Kemudian, diskusi juga menyoroti persepsi bahwa penerapan AI membutuhkan biaya yang sangat besar. Vince Iswara mengakui, banyak organisasi mengira implementasi AI memerlukan infrastruktur besar seperti Graphics Processing Unit (GPU) berskala tinggi dan anggaran penelitian senilai jutaan dolar.
"Saat ini sudah tersedia berbagai alat yang terjangkau dan modular, yang memungkinkan perusahaan untuk memulai dari skala kecil, bereksperimen, dan berkembang secara berkelanjutan. Kuncinya adalah pola pikir yang tepat dan keberanian untuk memulai," kata Vince Iswara.
Melalui AI Knowledge Center internal, DANA juga membuktikan bahwa integrasi AI dapat dimulai dari skala kecil yang berdampak nyata dengan panduan dan alat bantu internal, mendorong pemahaman dan adopsi AI secara bertahap sesuai kebutuhan operasional.
Forum ini turut menghadirkan pandangan dari perwakilan industri global, termasuk Microsoft, yang membahas konsep frontier organizations, yakni perusahaan yang berhasil mengintegrasikan kolaborasi antara manusia dan sistem AI secara selaras untuk mendorong produktivitas dan inovasi.
Hal ini sejalan dengan visi ASEAN sebagai pasar digital terpadu dan hub AI untuk negara berkembang, seperti disampaikan para panelis dari Alibaba Cloud, Tencent International, dan Salesforce yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas wilayah dan keterbukaan ekosistem untuk mempercepat pertumbuhan inovasi di kawasan.
Guna mengoptimalkan implementasi AI, kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam membentuk lanskap AI nasional menjadi hal yang penting. Indonesia dengan tingkat adaptabilitas yang tinggi, dinilai memiliki peluang besar untuk menyelaraskan pembelajaran antara industri dan pembentukan kebijakan AI yang progresif.
"Adaptabilitas adalah salah satu kekuatan terbesar bangsa Indonesia. Kami telah secara aktif berpartisipasi dalam diskusi berkelanjutan bersama regulator dalam perumusan kebijakan AI yang progresif," tutup Vince Iswara.
DANA juga memperluas penerapan AI melalui inisiatif pemberdayaan seperti SisBerdaya bagi kelompok UMKM perempuan dan komunitas pengguna Sobat DANA. Melalui kanal-kanal ini, DANA mendorong peningkatan literasi digital, serta kesiapan masyarakat beradaptasi dengan teknologi berbasis AI.
Adapun diskusi ini akan dirangkum dalam sebuah laporan bertajuk AI Enablement Playbook yang akan diluncurkan pada November mendatang, sebagai panduan untuk mengimplementasikan AI secara bertanggung jawab, berkelanjutan, dan inklusif.
Melalui dialog terbuka dan pembelajaran bersama, AI@Work Lab berupaya membangun momentum kolektif menuju ekosistem AI yang bertanggung jawab, inklusif, dan siap menghadapi masa depan.
(rea/rir)