BSI Perkuat Peran dalam Ekosistem Bullion Nasional Lewat Sinergi BUMN
Kolaborasi sejumlah BUMN dalam pengembangan layanan bisnis emas atau bullion service semakin menguat. Hal ini mencuat setelah peluncuran bank emas pertama di Indonesia yang dijalankan oleh PT Pegadaian (Persero) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) pada akhir Februari 2025.
Inisiatif ini menandai langkah penting dalam membangun ekosistem emas yang lebih terstruktur dari hulu hingga hilir, sekaligus memperluas kontribusi emas terhadap perekonomian nasional.
BSI menempatkan diri sebagai penggerak perputaran emas di tingkat masyarakat. Wakil Direktur Utama BSI, Bob Tyasika Ananta, menyatakan bahwa sebagai lembaga intermediasi, BSI berupaya memperluas akses masyarakat terhadap layanan emas, baik untuk tabungan, investasi, maupun transaksi.
Ia juga menyoroti dukungan regulator seperti Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI) yang mendorong integrasi bullion bank ke sistem ekonomi nasional.
“Ini menjadi pesan dari Presiden agar emas dapat memutar perekonomian. Selama ini kontribusi emas di Indonesia belum optimal,” ujarnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Hingga 31 Oktober 2025, Pegadaian telah menghimpun emas sebanyak 129 ton dari berbagai layanan emas dan layanan bullion yang telah beroperasi selama delapan bulan.
BSI juga mencatatkan pertumbuhan signifikan pada layanan emas. Saldo emas kelolaan BSI mencapai 1,15 ton atau senilai Rp 2,55 triliun per 30 September 2025, meningkat 159,78% secara tahun berjalan.
Di sisi lain, Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan, menjelaskan bahwa pengembangan bank emas memerlukan hubungan yang seimbang antara sisi pasokan dan permintaan.
Ia menekankan pentingnya sinergi dengan produsen emas nasional seperti PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk memastikan ketersediaan pasokan yang stabil.
“Ini yang perlu dikelola dengan sinergi, sehingga antara demand dan supply bisa berjalan seimbang. Teknologi juga berperan untuk pengembangannya ke depan,” ujar dia.
Di sisi pasokan, Antam melihat peluang pertumbuhan emas domestik masih terbuka lebar. Direktur Komersial Antam, Handi Sutanto, menyebut bahwa keberadaan bullion bank berperan sebagai penghubung pasar, baik primer maupun sekunder.
Ia menilai pengoperasian bank emas mendorong aktivitas perdagangan emas nasional menjadi lebih teratur.
“Bullion bank itu menjadi agregator di pasar. Sejak diresmikan, perputaran bisnis emas di Indonesia semakin baik. Ini juga mendukung terciptanya keseimbangan antara supply dan demand,” jelasnya.
Sementara itu, dari sisi produksi, PTFI tengah menghadapi kendala operasional. Wakil Direktur PTFI, Jenpino Ngabdi, menyampaikan bahwa tambang bawah tanah di area Grasberg Block Cave (GBC), Papua Tengah, masih belum dapat beroperasi akibat insiden longsor pada September 2025.
Kondisi ini membuat kapasitas smelter PTFI di Gresik turun signifikan, dari normalnya 50–60 ton emas per tahun menjadi maksimal 15 ton per tahun. Sebagian besar hasil produksi tersebut diserap oleh Antam.
(rir)