Presiden Prabowo Subianto menyatakan kesediaannya untuk mencabut sementara Hak Guna Usaha (HGU) bila diperlukan untuk dijadikan hunian sementara (huntara) warga terdampak bencana banjir dan longsor di Pulau Sumatra yang menimpa Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ia menegaskan pemerintah harus segera menyediakan lahan untuk pembangunan hunian sementara bagi masyarakat terdampak bencana.
Perintah itu muncul setelah Kepala BNPB Suharyanto melaporkan salah satu hambatan mendesak dalam percepatan pembangunan huntara adalah ketersediaan lahan dari pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepala daerah harus menyiapkan lahan. Pemerintah pusat yang membangun, Pak Presiden. Nah, lahannya ini kadang-kadang yang agak bermasalah lama," ujar Suharyanto dalam paparannya pada rapat koordinasi penanganan bencana di Aceh, Minggu malam (7/12).
Merespons masalah itu, Prabowo menegaskan negara wajib menemukan solusi cepat. Penyediaan lahan untuk hunian sementara merupakan prioritas tinggi.
Ia memerintahkan semua pemangku kepentingan di pemerintah pusat, terutama Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
"Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat yang lebih penting. Lahan harus ada," imbuhnya.
Dalam penjelasannya, Kepala BNPB menyampaikan hunian sementara dirancang untuk menjadi tempat tinggal yang jauh lebih layak dibanding tenda-tenda pengungsian. Setiap unit diperuntukkan bagi satu keluarga.
"Luasnya tipe 36, Pak Presiden. Delapan kali lima. Daripada mereka tinggal di tenda, lebih representatif mereka tinggal di hunian sementara," lapor Suharyanto.
Lihat Juga :![]() REKOMENDASI SAHAM Deret Rekomendasi Saham Cuan Saat Tren Penguatan Terbatas Pekan Ini |
Prabowo lalu menanyakan detail spesifikasi dan biaya konstruksi.
"Harganya berapa?" tanya Prabowo.
"Sekitar Rp30 juta, Pak Presiden, satu hunian sementara," jawab Suharyanto.
Ia menjelaskan hunian tipe 36 itu sudah dilengkapi fasilitas dasar seperti kamar mandi dan WC.
Suharyanto juga menjelaskan huntara dirancang digunakan maksimal satu tahun, sebelum warga dipindahkan ke hunian tetap (huntap). Namun, terbuka peluang warga tinggal lebih lama bila ketersediaan lahan terhambat.
"Konsep kita hunian sementara tidak lebih dari satu tahun, kecuali beberapa kejadian karena pembagian tugasnya kepala daerah harus menyiapkan lahan," ucapnya.
Ia menambahkan proses pembangunan huntara dapat dipercepat menggunakan Satgas TNI-Polri, sebagaimana pengalaman sebelumnya di Lewotobi.
"Satgas Kodam IX/Udayana memindahkan 8.000 KK... semuanya masuk ke huntara, membangunnya enam bulan, Pak Presiden," ujarnya.
Selain huntara tipe rumah keluarga, BNPB juga menyiapkan opsi model barak apabila lahan sangat terbatas. Namun apabila tanah cukup, satu keluarga dapat dialokasikan lahan 8 x 10 meter, yang memudahkan integrasi antara huntara dan pembangunan huntap di fase berikutnya.
Usai mendengar paparan BNPB, Prabowo pun langsung merespons dengan instruksi percepatan pembangunan hunian sementara, jika bisa prosesnya kurang dari 6 bulan.
"Kalau bisa lebih cepat ya? Kalau bisa lebih cepat dari 6 bulan ya?" kata Prabowo.
(pta)