Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memberi perlakuan khusus atas kredit atau pembiayaan bagi korban bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Kebijakan itu ditetapkan pada Rapat Dewan Komisioner OJK yang berlaku dalam jangka waktu hingga tiga tahun mulai 10 Desember 2025.
Pemberian keringanan itu mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana (POJK Bencana).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebijakan tersebut ditetapkan melalui pengumpulan data di wilayah bencana dan asesmen yang menunjukkan bencana memengaruhi perekonomian di sana. Hal tersebut membuat debitur mengalami permasalahan pembayaran.
Lihat Juga : |
"Pemberian perlakuan khusus itu dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik, serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi daerah," terang OJK dalam keterangan resmi, Kamis (11/12).
Adapun tata cara perlakuan khusus tersebut meliputi kredit atau pembiayaan perbankan, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro hingga Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML).
Perlakuan khusus atas kredit atau pembiayaan kepada debitur, meliputi beberapa poin. Pertama, penilaian kualitas kredit atau pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp10 miliar.
Kedua, penetapan kualitas lancar atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi dengan pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana. Untuk Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, restrukturisasi dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemberi dana.
Ketiga, pemberian pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit, pembiayaan, atau penyediaan dana lain baru (tidak menerapkan one obligor).
Lebih lanjut, OJK juga meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi bergerak cepat. Dalam hal ini, Industri asuransi diminta segera mengaktifkan mekanisme tanggap bencana.
Kemudian, asuransi juga diinstruksikan untuk menyederhanakan proses klaim, pemetaan polis terdampak, menjalankan disaster recovery plan jika diperlukan, memperkuat komunikasi dan layanan ke nasabah, berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, dan reasuradur, hingga melaporkan perkembangan penanganan klaim secara berkala kepada OJK.
(fln/sfr)