Sektor manufaktur Indonesia memasuki 2025 dengan kondisi yang relatif solid. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur terus berada di zona ekspansif dan tercatat sebagai salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN.
Indikator tersebut menunjukkan bahwa aktivitas produksi, pemesanan baru, dan utilisasi kapasitas pabrik masih tumbuh stabil, memberi ruang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya di tingkat regional.
Arus investasi asing langsung (FDI) ke sektor manufaktur juga menunjukkan konsistensi. Sepanjang 2025, investasi di sektor sekunder meneruskan tren peningkatan yang terbentuk sejak tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pergerakan ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor terhadap Indonesia sebagai basis produksi, bukan hanya sebagai pasar konsumsi domestik," ujar Vice President of Strategic Communications HashMicro Syifa Fadiyah, Jumat (12/12).
Namun periode menuju 2026 menjadi titik penting. Untuk bertransformasi menjadi manufacturing hub regional, ekspansi kapasitas tidak lagi menjadi satu-satunya fokus.
Tantangan yang muncul berkaitan dengan konsistensi kualitas, efisiensi biaya, serta kemampuan mengelola operasi yang semakin kompleks.
Tidak seperti beberapa negara ASEAN yang memiliki sektor manufaktur unggulan secara historis, kekuatan Indonesia berada pada keragaman industri, mulai dari otomotif dan kendaraan listrik (EV), petrokimia, hingga agro-processing.
Keragaman tersebut membuka peluang, namun sekaligus memerlukan manajemen operasional yang lebih terintegrasi.
Dalam peningkatan skala produksi, tantangan mulai terlihat pada aspek kualitas, kesiapan tenaga kerja menengah, serta dinamika rantai pasok global.
Kenaikan jumlah lokasi produksi harus diimbangi dengan standarisasi proses, sedangkan ketergantungan pada individu tertentu dalam pengambilan keputusan sering menimbulkan inkonsistensi.
Tekanan tambahan muncul dari tuntutan kepatuhan dan kebutuhan pelaporan berbasis data yang semakin ketat. Tanpa visibilitas data yang menyeluruh, ekspansi berpotensi menurunkan efisiensi.
Menurut HashMicro, salah satu penyedia solusi enterprise AI di Asia Tenggara, kondisi tersebut menandai fase ketika digitalisasi operasional menjadi kebutuhan strategis.
"Banyak perusahaan manufaktur Indonesia sebenarnya sudah memiliki kapasitas produksi yang kompetitif. Tantangannya adalah menjaga kualitas dan efisiensi ketika operasi menjadi semakin kompleks," jelas Syifa.
Peran AI dalam sistem Enterprise Resource Planning (ERP) menjadi relevan dalam konteks tersebut. Integrasi data lintas fungsi ke dalam satu platform memungkinkan perusahaan memiliki satu sumber informasi yang konsisten.
Dengan fondasi ini, manajemen dapat melihat kondisi operasional secara menyeluruh dan mengambil keputusan berdasarkan data real time.
AI pada lini produksi membantu memantau kualitas secara berkelanjutan. Sistem dapat mengidentifikasi pola penyimpangan lebih awal sehingga penyesuaian proses dapat dilakukan sebelum masalah membesar.
Pendekatan ini mendukung perusahaan yang membidik pasar ekspor, di mana konsistensi kualitas menjadi salah satu persyaratan utama.
Dalam pengambilan keputusan operasional, ERP berbasis AI menganalisis data historis untuk memprediksi kemungkinan keterlambatan produksi, ketidakseimbangan inventori, dan potensi gangguan rantai pasok.
Pendekatan prediktif tersebut meningkatkan keandalan operasi, faktor yang penting untuk menopang peran sebagai pusat manufaktur regional. Pada saat yang sama, integrasi AI membantu mengurangi ketergantungan pada individu tertentu karena proses perencanaan dan penjadwalan menjadi lebih terstandarisasi.
"AI membantu mengubah pengalaman operasional yang tersebar menjadi pengetahuan yang bisa diakses oleh seluruh organisasi," imbuh Syifa.
Di area rantai pasok, AI mendukung peramalan permintaan yang lebih akurat serta pengelolaan persediaan yang lebih adaptif terhadap perubahan pasar regional.
Hal ini membantu manufaktur Indonesia memenuhi standar ketepatan waktu dan fleksibilitas yang semakin menjadi faktor pembeda di kawasan. Aspek kepatuhan juga mendapat penguatan karena ERP berbasis AI mengintegrasikan data produksi, logistik, dan keuangan ke dalam sistem yang transparan dan dapat diaudit.
HashMicro menekankan bahwa AI melalui solusi enterprise dan asisten bisnis seperti Hashy perlu menjadi bagian dari alur kerja, bukan sekadar inisiatif teknologi.
"AI seharusnya bekerja di belakang layar, membantu perusahaan memahami apa yang terjadi saat ini dan menentukan langkah terbaik berikutnya," pungkas Syifa.
Menjelang 2026, ketika data menjadi sumber daya strategis, kemampuan memanfaatkan informasi operasional akan berperan penting dalam menentukan posisi Indonesia di dalam rantai pasok regional.
Dengan momentum industri yang positif dan adopsi AI yang semakin terarah, peluang Indonesia untuk menjadi manufacturing hub Asia Tenggara semakin terbuka.
(rir)