Kemenkeu Segera Rilis Aturan Bea Keluar Batu Bara, Dipungut 1 Januari
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera merilis aturan bea keluar batu bara yang rencananya dipungut mulai 1 Januari 2026.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan pihaknya tengah menyiapkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur bea keluar batu bara. Ia berharap beleid tersebut terbit sebelum 2025 berakhir.
"Kita sedang siapkan (PMK), sesuai hasil dengan DPR juga kemarin kan arahannya demikian (pungutan bea keluar)," kata Febrio usai Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (16/12).
"Iya (bea keluar batu bara dipungut mulai 1 Januari 2026). Sedang kita siapkan (tarif bea keluar batu bara), nanti kita umumkan," sambungnya.
Lihat Juga : |
Pada kesempatan yang sama, Febrio juga menjelaskan soal aturan perpajakan di daerah-daerah Sumatra yang terdampak bencana banjir dan longsor.
Anak buah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa itu menegaskan semuanya tetap mengikuti aturan yang ada selama ini. Febrio menyebut tidak ada ketentuan perpajakan khusus bagi pihak-pihak di daerah terdampak bencana.
"Ikut yang ada saja. Karena kan kalau dia memang terkendala karena bencana, lalu operasinya berhenti, ya berarti profitnya akan berkurang atau bahkan tidak ada. Jadi, memang tidak ada kewajiban pajak. Enggak (aturan khusus), itu eksisting saja," jelas Febrio.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berencana memungut bea keluar batu bara untuk memaksimalkan penerimaan negara. Tarif bea masuk batu bara direncanakan sebesar 1 persen sampai 5 persen.
Berdasarkan perhitungan Kemenkeu, pungutan baru itu akan menambah kantong negara sekitar Rp20 triliun per tahun.
Penarikan bea keluar batu bara dilakukan karena selama ini kontribusinya ke negara tidak terlalu banyak, bahkan saat harga naik. Padahal, menurut Purbaya, saat harga turun selalu meminta restitusi kepada negara.
"Ini kan aneh. Ini orang kaya semua, untungnya banyak, saya subsidi kira-kira secara nggak langsung, makanya kenapa pajak saya turun tahun ini karena bayar restitusi cukup besar," ujar Purbaya dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Senin (8/12) lalu.
Terkait rencana itu, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) menilai instrumen fiskal idealnya diterapkan pada saat industri industri menikmati windfall profit.
"Kebijakan fiskal yang tepat waktu dan proporsional sangat krusial. Penerapan terkait kebijakan (bea keluar) tersebut sebaiknya tidak memberikan tekanan tambahan ketika margin industri sedang tertekan, agar kelancaran kontrak jangka panjang dan daya saing Indonesia di pasar internasional dapat terjaga," terang APBI-ICMA melalui keterangan resmi yang dirilis Kamis (27/11) lalu.
(skt/sfr)